Jumat, Juni 26, 2009

Mengapa Islam Bersikap Keras Terhadap Bid'ah

Oleh: DR. Yusuf Qardhawi

Mengapa Islam bersikap keras dalam masalah Bid'ah, menilainya sebagai kesesatan, dan pelakunya diancam akan dimasukkan ke neraka, serta Nabi SAW. memberikan peringatan yang amat keras dalam masalah ini?
Berikut adalah penjelasan Syekh DR. Yusuf Qardhawi dalam buku beliau "As-Sunnah wal Bid'ah", pasal "Mengapa islam bersikap keras dalam masalah bid'ah".
Praktek Bid'ah Mempersulit Agama dan Menghilangkan Sifat Kemudahannya
Agama yang disyariatkan oleh Allah SWT pada dasarnya bersifat mudah dan Allah SWT juga mengutus nabi-Nya dengan ‘hanifiah samhah’ agama yang orisinal dan mudah dijalankan, hanif ‘orisinal’ dalam akidah, dan samhah 'mudah dijalankan' dalam pemberian beban hukum dan praktek ibadah,



"Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu?..." (Al-Baqarah :185)
" dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan ??." (Al-Hajj : 78)
Diriwayatkan oleh Bukhori dari Abu Hurairah r.a.. Nash Lengkapnya adalah sebagai berikut. "Pada suatu hari, seorang badui kencing di masjid. Melihat itu, beberapa orang lagsung berdiri untuk menghajarnya. Namun, Rasulullah SAW. Segera bersabda, 'biarkan dia dan tuangkanlah di bekas kencingnya sesiraman atau seember air. Karena, kalian semata diutus untuk memberikan kemudahan, bukan untuk memberikan kesulitan." (Riyadhuh-Shalihin, an-Nawawi, bab" al-Hilm, Wal-InatWar-Rifq)
Agama Islam datang dengan sifat mudah dilaksanakan, kemudahan orang-orang yang membuat pratek bid'ah mengubah sifat mudah islam itu menjadi susah dan berat. Mereka membebani manusia dan menyulitkan mereka dangan berbagai macam praktek baru, serta menambahkan hal-hal baru dalam praktek keagamaan yang membuat manusia menjadi terbelengu oleh beban berat. Padahal, Nabi SAW. datang untuk membebaskan manusia dari belenggu dan beban yang berat itu yang dialami oleh umat sebelumnya. Seperti, diterangkan tentang sifat Nabi SAW. dalam kitab-kitab suci sebelumnya, Taurat dan injil,
"...dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk, dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka ..."(al-A'raaf: 157)
Dan, dalam doa-doa Al-Qur'an yang terdapat dalam penghujung surat Al-Baqarah tertulis,
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami ..." (al-Baqarah :286)
Para pembuat bid'ah itu berkeinginan mengembalikan beban-beban agama-agama langit sebelumnya ke dalam islam dan menambahkan taklif 'beban hukum' yang memberatkan manusia serta menyulitkan mereka.
Padahal, beban-beban agama bersifat kesederhanaan dan mudah dijalankan. Misalnya, Allah SWT berfirman,
"Sesungguhnya, Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. " (Al-ahzab : 56)
Dan, redaksi shalawat yang paling afdhal adalah,
"Ya Allah, sampaikanlah shalawat kepada Nabi Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad, sebagaimana Engkau telah sampaikan Shalawat-Mu kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia. Ya Allah, Berikanlah keberkahan kepada Nabi Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad sebagaimana Engakau telah berikan keberkahan kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia. " (Hadits Muttafaq alaih, dari hadits ka'abbin Ajrah. Syarah Sunnah lil Baghawi, tahqiq asy-syawisy dan al-Amauth, 3/190, hadts 681.)
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mebaca shalawat dengan redaksi tadi? Mungkin hanya seperempat atau setengah menit! Namun, kemudian banyak orang yang mengarang kitab tentang redaksi-redaksi shalawat kepada Nabi SAW. dan menciptakan beragam redaksi shalawat baru yang tidak diperintahkan oleh Allah SWT. Saya sering mendapati orang awam yang membaca redaksi shalawat yang beragam itu dan ternyata ia tidak memahami sama sekali apa yang ia baca itu.
Demikian juga halnya dengan redaksi-redaksi doa, banyak orang yang mengarang wirid dan hizb yang beragam. Saat masih kecil, setiap kali saya berangkat ke masjid sebelum subuh, saya mendapati orang-orang awam menghafal dan membaca doa yang dikenal dengan "wirid al-Bakri", yaitu sebuah redaksi doa yang pertama dimulai dengan huruf hamzah, kedua dengan huruf ba, ketiga dengan huruf tsa, dan seterusnya, dari redaksi doa yang dimulai dengan huruf ghain adalah:
"wahai tuhanku, kekayaan-Mu adalah kekayaan yang mutlak, sementara kekayaan kami adalah kekayaan yang muqayad 'terbatas'."
Jika ada yang bertanya kepada salah seorang dari mereka yang membaca doa itu, "apa makna mutlak dan muqayad?" niscaya ia tidak tahu sama sekali.
Wahai saudaraku seiman, apakah ada redaksi doa yang lebih afdhal, lebih indah, dan lebih mudah dibandingkan redaksi doa Al-Qur'an misalnya adalah,
"Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan periharalah kami dari siksa Neraka. " ( al-Baqarah : 201)
Dan, redaksi doa dari sunnah misalnya adalah, ”Ya Allah, perbaiklah agamaku yang merupakan pegangan utama bagiku dan perbaikilah duniaku yang merupakan bakal hidupku, perbaikilah akhiratku tempat kembaliku nanti, jadikanlah hidup yang kulalui sebagai tambahan segala kebaikan yang dapat kuraih, dan jadikanlah kematianku sebagai tempat istirahatku dari segala kejahatan dan keburukan." ( Hadits diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Hurairah dalam az-Dzikir wa Du'a, 2720 )
Lantas, mengapa harus menyusahkan diri sendiri dan menyusahkan orang lain untuk menghafal doa-doa dengan redaksi buatan sendiri?
Suatu kali, saya pernah bertanya kepada seseorang, "Mengapa" anda tidak melaksanakan shalat?" Aku kembali bertanya, "Apakah engkau tidak mengetahui bagaimana membasuh muka, kedua tangan, mengusap kepala, aku mengetahuinya, namun aku tidak hafal apa yang harus dibaca pada setiap kali membasuh anggota wudhu itu. "Maksudnya, ia tidak mengetahui doa yang harus dibaca saat akan memulai berwudhu, misalnya doa:
"Segala puji bagi Allah Yang telah menjadikan air sebagai media untuk mensucikan (diri) dan Islam sebagai cahaya."
Saat isttinsyaaq ' masukan air ke hidung "
"Ya Allah, rahmatilah aku dengan semerbak surga dan Engkau meridhaiku."
Saat membasuh muka,
"Ya Allah, putihkanlah wajahku pada saat wajah-wajah (kalangan beriman) memutih dan wajah-wajah (kalangan kafir dan pembuat dosa) menghitam."
Saat membasuh kedua tangan,
"Ya Allah, berikan buku catatan amal perbuatanku ketangan kananku, jadikanlah Nabi Muhammad sebagai pemberi syafaat penanggungku."
Dan, saat mengusap kepala,
"Ya Allah, haramkanlah rambut dan kulitku dari neraka." (Tentang hal ini, lihat fatwa Dr.Yusuf al-Qardahawi berkenaan tentang dosa-dosa wudhu yang ma'tsur, dalam bukunya, fatwa-fatwa kontemporer, juzI, hlm. 213-214)
Oleh sebagian orang, setiap gerakan wudhu disertai doa tertentu sehingga rekan kita yang malang ini menyangka bahwa agar shalat dan wudhunya sah maka ia harus menghafal doa yang banyak itu, pada hal ia tidak memiliki kemampuan untuk menghafal seluruh redaksi doa yang banyak itu. Mengapa hal ini harus terjadi?
Contoh yang lain adalah apa yang dinamakan oleh sebagian orang sebagai azan syar'i. Pada dasarnya redaksi dan cara pelafalan azan mudah saja dilakukan, yaitu Allahu Akbar dan seterusnya. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengumandangkan azan seperti itu? Paling lama satu menit atau satu menit setengah. Namun, jika kita mengumandangkan azan dengan cara yang biasa dilakukan pada saat ini, yaitu dengan membaca haya 'alash-shalaaaaaah,haya 'alafalaaaaaah, berapa banyak waktu yang dibutuhkan untuk itu? tentu akan memerlukan lebih dari lima menit.
Oleh mereka, kata "falah" harus dibaca panjang dari kata "shalaah". Demikian juga redaksi kedua harus lebih panjang dari redaksi pertama. Tidak hanya itu, mereka juga kemudian mengarang redaksi-redaksi shalawat kepada Nabi saw. yang harus dibaca selepas mengumandangkan azan.
Wahai saudaraku seiman, Rabb kita mensyariatkan lafal-lafal azan ini dan mewahyukan bentuk lafal itu kepada Nabi-Nya melalui jalan mimpi (-- yaitu mimpi Abdulah bin Zaid, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan di sahihkan oleh Tirmidzi dan Ibnu khuzaimah. Lihat Subulus-Salam, ash-Shan'ani, "al-adzaan." --) yang ditetapkan oleh Nabi saw. Hal ini dimaksudkan agar Allah SWT mempunyai peran tertentu dalam penentuan azan itu, demikian juga Nabi saw. Mempunyai peran tersendiri. Lantas, mengapa anda menambahkan redaksi shalawat dan kata-kata tambahan terhadap azan itu yang membuat bagian Nabi saw, dalam azan lebih besar dari bagian Rabb kita? ini tidak sepatutnya terjadi.
Islam amat memerangi bid'ah agar manusia tidak memasukkan hal-hal baru yang mempersulit pelaksanaan agama, serta tidak menambahkan hal-hal yang membuat beban agama yang menjadi berlipat-lipat banyaknya dari pada apa yang diturunkan oleh Allah SWT. Karena, hal itu akan membuat manusia menjadi berat untuk menjalankan perintah-perintah agama.

0 komentar:

Posting Komentar