Jumat, Juni 26, 2009

BERANG-BERANG SANG AHLI PEMBUAT BENDUNGAN

OLEH HARUN YAHYA

Teman Misterius: Si Pembuat Bendungan

Amri namanya. Ia adalah seorang anak yang senang berolahraga, membaca buku dan mengenal binatang. Ia paling suka membaca buku tentang binatang sehingga pengetahuannya sangat banyak. Hampir setiap gambar binatang yang dilihatnya, Amri dapat menceritakan dengan jelas. Karena itu, Amri sangat disukai oleh teman-temannya. Mereka suka berbincang-bincang dengan Amri di saat istirahat di sekolah atau dalam perjalanan.
Amri juga adalah seorang pecinta alam. Teman-teman dan keluarganya sangat tahu kesenangan Amri tersebut. Bahkan keluarganya sering mengajaknya berlibur di akhir pekan atau di masa liburan jika cuaca cerah.
Setiap liburan, selalu saja ada kejadian menarik. Kadang-kadang ia memperoleh teman-teman baru. Di lain waktu, ia dapat tambahan pengetahuan tentang binatang dan alam. Hatinya semakin gembira dan tak sabar menunggu saatnya berkemah datang. Segera terbayang di dalam pikirannya kejutan-kejutan dan petualangan apa yang akan ia temui nanti.

Hari Pertama dalam Perkemahan
Hari pertama acara berkemah berjalan seperti biasa. Amri dan keluarganya mendirikan kemah dan menyusun barang-barang perlengkapan bersama-sama. Pekerjaan tersebut baru selesai menjelang malam. Amri terpaksa harus menunggu hingga pagi untuk memulai petualangan barunya, menjelajahi alam sekitar perkemahan.
Keesokan harinya, Amri bangun pagi-pagi. Ia sudah tidak sabar untuk mengenal lingkungan alam barunya. Amri keluar bersama-sama ayahnya. Terlihat pohon-pohon besar dimana-mana. Di antara pohon-pohon tersebut, banyak bunga yang sedang bermekaran penuh warna. Sayup-sayup terdengar suara gemericik air. Terdengar juga kicauan burung saling bersautan. Seperti sebuah paduan suara yang indah.
Amri sangat terpesona dengan pemandangan dan suasana alam di tempat itu. Tak terasa hari sudah mulai siang. Saatnya kembali ke kemah telah tiba.
Amri menceritakan pemandangan yang ia lihat kepada ibu dan kakaknya dengan penuh kekaguman. Keduanya menjadi tertarik untuk ikut berjalan-jalan bersama Amri. Mereka merasa penasaran untuk mengetahui asal suara gemericik air itu.
Hari berikutnya, Amri dan kakaknya menjelajahi alam sekitar perkemahan. Dengan mengikuti suara gemericik air, mereka berdua bertemu dengan sebuah sungai. Beberapa batang pohon tampak bergeletakan di tepian sungai itu. Ada juga pohon-pohon yang hanya bersisa pangkalnya saja.
Siapa yang menebangi pohon-pohon ini? Apa gunanya pohon-pohon itu dirobohkan?
Tiba-tiba, terdengar kakaknya memanggil, “Amri lihatlah, banyak potongan pohon di sungai!”
Amri terkejut. Ia menahan nafasnya. Bagaimana semua ini terjadi? Tak ada tanda-tanda ada orang lain di sekitar daerah itu. Setelah sekian lama menjelajahi daerah sekitar sungai itu, mereka berdua kembali lagi ke kemah.
Hari-hari berikutnya, Amri dan kakaknya kembali mengunjungi sungai tersebut. Tetapi setiap mereka kembali ke kemah, pikiran mereka semakin dipenuhi tanda tanya. Semakin banyak saja pohon-pohon yang terpotong dan terapung di sungai. Batang-batang pohon itu tampak telah dibersihkan dari ranting-rantingnya dan disusun secara sengaja di tengah sungai.
Bahkan kini aliran sungai semakin tenang dan mulai terbentuk sebuah waduk kecil. Amri mulai berpikir bahwa ada sesuatu yang sedang terjadi di daerah itu. Mungkin ada seseorang yang setiap hari datang ke tempat itu. Tetapi, siapakah tamu misterius ini?


Amri Bertemu dengan Sang Tamu Misterius

Amri berjalan ke arah air sungai dengan pelan-pelan. Potongan pohon-pohon semakin banyak. Tapi tetap saja tak ada orang di sekitar tempat itu. Aneh, pikirnya.
Ketika Amri akan memanggil kakaknya, tiba-tiba sesuatu bergerak-gerak di dalam air. Segera Amri beringsut mundur dan bersembunyi. Dilihatnya dua ekor hewan yang lucu sedang berenang di dalam air. Mereka tampak belum mengetahui kehadiran Amri.
Tak berapa lama kakak Amri datang. Ia berbisik dengan penuh kekaguman, “Ah... ternyata pelaku pemotongan dan penyusun batang pohon ini adalah berang-berang!”
Amri sangat gembira. Ia dapat melihat langsung hewan bernama berang-berang yang selama ini hanya ia saksikan dari buku-buku.
Hari itu Amri dan kakaknya menghabiskan waktu mereka mengamati bagaimana kedua makhluk lucu itu bekerja. Pemandangan yang sangat menarik.
Menurut kakaknya, berang-berang selalu membuat sarangnya dengan membendung air sungai. Mereka mengumpulkan ranting-ranting pohon dengan mulutnya dan menumpuknya di atas potongan-potongan batang pohon.
Tiba-tiba, salah satu dari kedua berang-berang itu keluar dari air. Ia berjalan menuju satu batang pohon di tepi sungai. Dipanjatnya pohon itu dan mulailah ia memotong daun dan rantingnya. Kemudian turun lagi dan menggerogoti pangkal batang pohon tersebut dengan giginya. Terlihat berang-berang itu berputar mengelilingi batang pohon sambil terus menggerogotinya. Hasil potongannya tampak sama dari setiap sisi hingga pangkal batang pohon itu kini menjadi lancip seperti ujung pensil.
Amri sangat kagum dengan cara berang-berang itu memotong pohon.
Krraaak...kraaak...kraakk ... buk! Tiba-tiba batang pohon yang digerogoti berang-berang tersebut roboh dan jatuh ke arah sungai. Kini tentunya tidak ada masalah bagi berang-berang itu untuk memindahkan batang pohon yang terapung di atas air.
Berang-berang yang satu lagi tampak muncul dan menepi. Ia menuju satu pohon yang lain dan mulai menggerogotinya. Tak berapa lama, pohon itupun roboh. Kemudian, beberapa pohon lainpun roboh juga. Semuanya roboh ke atas air seolah-olah arah jatuhnya telah diperhitungkan oleh berang-berang tersebut.
Amri sungguh terkejut, ia tidak pernah mengira tentang cara berang-berang tersebut merobohkan dan mengangkut batang-batang pohon. Ia dan kakaknya memperhatikan hal itu dengan penuh kekaguman. Mereka saling berkomentar.
“Sungguh, belum pernah terpikir olehku teknik bekerja seperti itu. Tetapi aku pernah membaca di sebuah buku bahwa begitulah cara berang-berang merobohkan pohon agar jatuhnya ke atas air. Kadang sesekali gagal juga. Jika gagal, mereka akan menyeret batang pohon tadi dengan giginya ke arah air.
Amri, saatnya kita kembali ke kemah. Nanti, Kakak ceritakan lebih lengkap tentang berang-berang ini? Kalau kamu tertarik kamu juga bisa membaca beberapa buku tentang binatang yang kita bawa.” Kata kakaknya.
“Wah, asyik! Hebat sekali berang-berang itu. Tapi aku belum mengerti cara mereka membuat perhitungan dan bekerja atas perhitungan itu. Mengapa mereka membuat sarang di atas air sungai? Apakah gigi mereka tidak cepat tumpul, karena memotong pohon? Ah... sebenarnya masih banyak lagi yang ingin aku ketahui...” jelas Amri.
“Boleh saja. Tetapi sekarang kita harus segera kembali ke kemah. Hari sudah mulai petang. Aku takut Ibu sudah mencemaskan kita. Aku juga sudah mulai lelah. Yuuk...!” ajak kakaknya.
Segera mereka bergegas meninggalkan sungai itu. Sepanjang perjalanan, Amri masih saja penasaran. Masih banyak pertanyaan yang belum terjawab.
Sesampai di kemah, Ibu telah mempersiapkan makanan yang amat lezat.
Seusai makan malam, mereka bersama-sama membaca buku. Namun kakak Amri segera tertidur lelap karena lelah. Akhirnya Amri pun membaca sendirian.
Pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab siang tadi kini muncul kembali. Ia merencanakan sesuatu untuk acara besok pagi. Ia akan keluar pagi-pagi dan mendatangi berang-berang di sungai itu. Uuaaah... Amri menguap. Tidak lama kemudian Amri pun tertidur juga.

Kejutan Besar
Pagi sekali Amri sudah bangun. Yang lain tampak masih terlelap. Pelan-pelan, ia pergi ke sungai sendirian. Sesampai di sana dilihatnya sang berang-berang sudah bekerja. Amri memberanikan diri untuk mendekati berang-berang tersebut dan mengajak berbicara.
“Hai... Namaku Amri. Bolehkah aku berkenalan dengan kalian?”
Awalnya berang-berang tersebut tampak takut. Tapi setelah melihat sikap Amri yang ramah dan bersahabat akhirnya berang-berang yang lebih besar mendekati Amri dan mulai berbicara.
“Tentu saja boleh. Saya Pak Berang dan ini istri saya Bu Berang. Senang sekali berkenalan denganmu.”
Amri sungguh gembira. Ia kini bisa bertanya langsung kepada mereka.
“Aku ingin tahu tentang kalian. Untuk apa kalian membawa potongan pohon itu ke air dan menumpuknya di sana?” tanya Amri.
“Amri, biasanya pasangan berang-berang seperti kami berpindah tempat untuk membuat sarang baru. Kami sendiri juga baru datang dan mengenali sungai ini. Sekarang kami sedang membuat sarang. Kami perlu air yang tenang untuk membuat sarang, untuk itulah kami harus membendung air sungai dengan potongan-potongan batang pohon itu. Sekarang kamu lihat, sungai ini sudah menjadi waduk kecil,” terang pak Berang.
“Jadi, kalian sedang membuat waduk? Hebat sekali! Tahukah kalian, manusia perlu bertahun-tahun untuk membuat waduk dengan membendung air. Pak Guru geografi juga pernah menjelaskan tentang waduk dan proyek pembangunannya di negara kami. Pastilah sulit sekali membangun bendungan di dalam air yang mengalir deras. Tetapi pekerjaan kalian sungguh hebat. Bagaimana kalian bisa menyumbat aliran air yang deras? Darimana kalian menemukan caranya? Apakah kalian meniru manusia dalam membuat bendungan? Apakah...”
Amri berusaha menyusun kata-kata untuk setiap pertanyaan yang muncul di dalam pikirannya dengan penuh rasa heran. Pak dan Bu Berang malah tertawa-tawa mendengarnya. Bagi mereka, semua pekerjaan itu terasa mudah dan tidak sulit untuk dilaksanakan.
“Tenang Amri... Saya akan jawab pertanyaanmu satu per satu. Jangan khawatir, kamu akan tahu semuanya. Sejak lahir kami sudah tahu bagaimana membuat bendungan dan membuat sarang. Tentu hal ini tidak datang dengan kebetulan. Kami tidak secara kebetulan mengatakan: “Ayo kita bersama-sama membangun bendungan, membuat sarang di atas air!”
Dari sebelum lahir, kami sudah dibekali pengetahuan tentang ini dan bagaimana mengerjakannya dengan baik. Kami tahu betul apa pekerjaan kami dan bagaimana melaksanakannya. Kami tahu bagaimana cara merobohkan pohon dan mengangkutnya ke air.”
Ketika Amri masih mendengarkan penjelasan Pak Berang dengan penuh perhatian, tiba-tiba terdengar suara dari belakangnya. Ia pun menoleh...
“Aku juga bisa menjawab pertanyaan-pertanyaanmu Amri. Tetapi sebelumnya kamu harus menjelaskan kenapa kamu meninggalkan kemah sendirian? Kalau saja kami tidak melihat pesan yang kamu tinggalkan pastilah kami sudah sangat cemas...” kata kakak Amri.
“Maaf, kak. Aku tidak sabar lagi, karena aku ingin tahu tentang berang-berang ini. Aku juga tahu kalau Kakak pasti bakal membaca pesanku... Kalau begitu, Kakak pasti tahu siapa yang mengajarkan semua pekerjaan ini kepada berang-berang?”
“Begini Amri... Pekan lalu kita membaca Al Qur’an bersama-sama. Kamu tentu masih ingat ayat-ayat yang kita baca. Allahlah yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya. Dalam hal ini, kita juga sudah membaca tentang hewan-hewan dan apa saja hal-hal menakjubkan yang mereka lakukan. Kita yakin bahwa mereka tidak mungkin melakukan hal-hal menakjubkan tersebut dengan kemampuan mereka sendiri. Pasti ada yang mengajari mereka melakukan hal-hal tersebut,” jelas kakak Amri.
“Ya, Kak. Aku masih ingat,” kata Amri.
Kakak Amri melanjutkan. “Jadi begitulah Amri. Semua binatang bertingkah laku sesuai dengan petunjuk dari Allah. Sejak lahir mereka sudah tahu bagaimana bertingkah laku. Sedangkan kita manusia perlu bertahun-tahun untuk menyelesaikan pekerjaan yang sama. Kita harus memakai teknologi, membaca buku dan melakukan percobaan. Sedangkan, para binatang, dengan mudahnya menyelesaikan pekerjaan semacam itu. Bahkan binatang-binatang dapat menyelesaikan pekerjaan yang belum diketahui para ilmuwan. Pak dan Bu Berang menyelesaikan pekerjaan mereka atas petunjuk dari Allah.
Sekarang, jika Pak Berang bisa menjelaskan apa yang sedang beliau kerjakan maka kamu akan memahami apa yang Kakak jelaskan.
“Betul Amri. Akan saya jelaskan bagaimana kami membuat sarang. Kamu akan tahu bahwa kami tidak mampu mengerjakan ini semua dengan menggunakan akal kami yang sederhana ini,” jelas pak Berang.
Amri mendengarkan penjelasan dari Kakaknya dan Pak Berang dengan tekun. Ia menyadari pentingnya penjelasan tersebut. Ia pun dengan cermat berusaha menyusun pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam kepalanya.
“Pak Berang, aku memperhatikan kalian memotong pohon dan mengangkutnya dengan menggunakan tangan dan gigi. Kok gigi kalian kuat sekali? Kalau saja aku memakai gigiku untuk memotong pohon-pohon itu pasti sudah rontok semuanya. Aku pasti tidak bisa melakukan apa yang kalian kerjakan.”
“Pertanyaan yang bagus. Dalam setahun, saya dan istri bisa merobohkan hampir 400 pohon. Semuanya kami lakukan dengan menggerogotinya memakai gigi-gigi kami. Kami memakai empat gigi depan untuk memotong pohon. Meski agak berbeda dengan gigi kalian, lama-lama gigi kami juga tumpul. Tetapi itu tidak menjadi masalah karena gigi depan kami akan memanjang kembali. Dan itu terjadi selama masa hidup kami.” jelas pak Berang.
“Jadi apakah seperti kuku-kuku kami, gigi-gigi kalian juga selalu memanjang?” tanya Amri.
“Saya yang akan menjawab pertanyaanmu itu Amri, “ jawab bu Berang. “Benar! Allah telah membedakan gigi kami dengan makhluk lain. Kalau tidak memanjang, tentu gigi kami sudah habis dan kami sulit mencari makanan apalagi membuat sarang. Tentulah, kami akan mati kelaparan dan tidak bisa menghasilkan keturunan. Akhirnya kami bisa punah dan tidak akan berada di depan kalian seperti sekarang. Mungkin kamu pun tak akan menemukan satu berang-berang pun di dunia. “
“Bagaimana kalian belajar berenang? Kulihat kalian pandai sekali berenang, sementara aku baru saja mulai bisa berenang. “tanya Amri.
Bu Berangpun menjawab, “ Amri yang baik, tidak lama setelah lahir, semua berang-berang sudah bisa mulai berenang. Itu hal yang sangat mudah bagi kami. Bentuk badan kami cocok sekali untuk berenang. Kaki kami lebar sehingga mudah untuk mendorong air. Ekor kami juga seperti dayung yang memudahkan kami bergerak di dalam air. Kalau kamu memakai kacamata renang untuk melindungi mata agar tidak kemasukan air dan tetap dapat melihat di dalam air, kami pun mempunyai kacamata alami semacam itu. Mata kami mempunyai kelopak mata khusus yang tembus cahaya dan melindungi mata kami dari air. Lubang telinga dan hidung kami juga mempunyai penutup yang menjaga keduanya agar tidak kemasukan air.”
“Tahukah kalian bahwa aku juga bisa berenang lebih cepat jika memakai sepatu katak. Tetapi sepatu itu harus dibelikan oleh Ayahku sementara kalian sudah mempunyai alat semacam itu sejak lahir. Allah benar-benar telah menciptakan kalian dengan sifat-sifat dan bentuk tubuh yang kalian perlukan, “kata Amri.
“Benar sekali Amri! Pak Berang, jelaskanlah kepada kami tentang pembuatan bendungan?” tanya kakak Amri.
Pak Berang menjawab, “Untuk membuat bendungan, yang pertama kita lakukan adalah memasukkan batang-batang pohon yang besar ke dalam sungai. Setelah itu barulah batang-batang yang lebih kecil kami susun di atas batang yang besar tadi. Tetapi kita harus menyusunnya dengan kuat sebab kalau tidak aliran air yang deras akan mencabut dan menghanyutkannya. Untuk itu, kami harus membuat galian yang cukup dalam dan membuat pondasi yang kuat dengan batu-batu sehingga dasar bendungan ini menjadi kokoh. Bahkan, kami perlu bahan-bahan lain agar dasarnya tidak mudah hancur. Batang-batang pohon yang kami kumpulkan kami lekatkan satu sama lain dengan adonan khusus dari tanah liat dan dedaunan. Bahan tersebut tidak akan terterobos air dan mampu menahan aliran air yang cukup kuat.”
“Ow, begitu ... Kalau tidak demikian, tentu usaha kalian akan sia-sia, “ kata Amri.
Ibu Berang menjawab, “ Benar Amri. Bendungan yang kami buat ini sangat kuat dan semakin hari semakin besar. Ketika bendungan makin besar, jumlah air yang terbendung juga semakin banyak. Setelah tiga bulan, seperti yang kamu lihat, sungai ini sudah menjadi waduk kecil. Namun ketika waduk semakin besar, kami harus memperkuat bendungan dan menutup kebocoran yang terjadi. Kami menggunakan ekor kami untuk menutup sela-sela batang pohon dengan adonan tanah liat dan dedaunan.
O ya, ada satu hal penting yang akan saya tunjukkan kepadamu. Coba perhatikan dengan baik bentuk bendungan yang kami kerjakan. Melengkung bukan? Bentuk seperti itu disebut cembung. Semua berang-berang membangun bendungan dengan bentuk cembung. Kami juga membuat kemiringan bendungan kira-kira 45 derajat.”

Penjelasan Pak dan Bu Berang semakin menambah kekaguman Amri. Dengan kagum ia mengomentari penjelasan tersebut.
“Darimana kalian memperoleh pengetahuan seperti itu? Guru kami pernah mengajak kami ke waduk. Beliau menjelaskan bahwa bendungan-bendungan yang dibuat manusia sekarang ini berbentuk cembung seperti yang kalian buat. Bentuk bendungan yang cembung adalah bentuk yang paling kuat untuk menahan tekanan air. Kemiringan 45 derajat juga akan memperkecil tekanan pada dinding bendungan.
Bagaimana kalian tahu semua itu? Siapa yang mengajari kalian? Saya tahu bahwa bendungan dirancang oleh para insinyur. Kakak saya juga seorang insinyur, tetapi ia harus belajar bertahun-tahun dan pergi ke luar negeri untuk menjadi insinyur. Kalian tidak pernah sekolah, bagaimana kalian tahu segala sesuatu semacam itu? Apakah kalian mencoba-coba secara terus menerus? Atau adakah yang mengajari kalian?”
Kakak Amri menjawab,” Amri, tentu saja keluarga berang-berang tidak melakukan itu semua dengan kebetulan. Sebelumnya kamu pernah bertanya tentang seseorang yang bernama Darwin, kan? Dari buku-buku yang kamu baca, ada yang mengatakan bahwa binatang muncul dan memperoleh segala sifat-sifatnya dengan kebetulan. Ternyata pernyataan tersebut tidak didukung oleh bukti yang nyata. Penemuan dan pernyataan Darwin tersebut adalah kebohongan belaka.”
“Iya, aku mengerti yang Kakak maksudkan. Tentu tidak mungkin Pak dan Bu Berang mengetahui semua hal ini dengan kebetulan, “ kata Amri.
Pak Berang menambahkan, “Amri, seperti yang saya katakan tadi, kami telah mengetahui semua ini sejak lahir. Tentu saja kami tidak pergi ke sekolah dan melakukan percobaan-percobaan untuk dapat membangun bendungan. Kalau ada yang mengatakan bahwa keahlian kami ini kami peroleh secara kebetulan kamu bisa menanyakan hal-hal sebagai berikut:

Pertama, kalau perbuatan kami berdua adalah kebetulan, tentu berang-berang yang lain juga akan secara kebetulan membuat sarang dengan berbagai bentuk yang lain. Nyatanya semua berang-berang membangun sarang dengan bentuk dan cara yang sama. Apakah itu suatu kebetulan?

Kedua, ketika gigi-gigi depan kami mulai aus dan memendek, gigi tersebut akan memanjang kembali. Semua berang-berang juga mengalami hal yang sama. Jelas hal ini bukan suatu kebetulan.
Jadi, betulkah perkataan Darwin tadi. Kamu akan semakin mengerti bagaimana bendungan dibuat dengan bentuk cembung dan perhitungan apa saja yang diperlukan. Tanyalah kepada kakakmu.”

“Betul sekali Pak Berang.Allahlah yang mengajarkan semua itu. Ibu pernah berkata bahwa Allah lah yang Maha Mengetahui dan pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu. Allah telah mengajari kalian dan juga semua berang-berang lain di dunia ini. Inilah bukti bahwa tidak ada yang bisa menyamai pengetahuan Allah. Selain itu, aku mengerti bahwa Allah yang mengajari hewan lain sesuai dengan keistimewaan dan cara hidup masing-masing,” sahut Amri.

“Betul Amri. Allah yang memberi kekuatan dan mencipta semua makhluk hidup. Ada satu ayat dalam Al Qur’an yang berhubungan dengan hal ini:

“Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari jenis hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedangkan sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah meciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sehingga Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” [Surat An-Nuur: 45]

Amri kemudian bertanya, “Pak Berang, kalian kan membangun bendungan untuk membuat sarang. Aku tidak melihat ada sarang di sekitar sini. Aku hanya melihat potongan-potongan pohon. Di mana kalian membuat sarang kalian?”
Pak Berang menjawab, “Kamu benar. Kamu akan sulit melihat sarang kami dari luar. Kami sengaja menyembunyikannya agar lebih aman. Ketika kami membangun bendungan kami membuat sarang kami di bagian pinggir waduk dekat dengan tepi sungai. Kalau di lihat dari atas memang seperti tumpukan kayu saja. Tetapi jangan tertipu karena kami membangun bagian dalamnya dengan baik. Keamanan menjadi perhatian khusus kami. Karena itu, pintu masuk ke sarang hanya dapat ditempuh dari dalam air. Jadi, tidak sembarangan yang bisa masuk. Untuk masuk ke dalam sarang harus melewati lorong yang tidak diketahui siapa pun kecuali kami.”
“Wah, pintar sekali. Sarangmu seolah-olah benteng yang dikelilingi parit sehingga sulit diterobos.”

Pak Berang melanjutkan,” Setelah melewati lorong itu, akan ada sebuah ruangan yang kami bangun di atas permukaan air. Kami sekeluarga tinggal di ruangan itu. Kadang kala kami membuat sarang kami dengan dua lantai. Ada ruang depan dan ruang tamu di lantai pertama sementara ruang makan dan ruang tidur di lantai kedua. Ada dua pintu masuk yang berada di dalam air di samping lubang angin di bagian atas. Dengan bentuk seperti itu kami merasa nyaman di dalamnya serta terlindung dari bahaya dari luar.”
“Ck,ck,ck... sungguh luar biasa! Sungguh tidak terduga, dari luar benar-benar seperti tumpukan kayu. Penyamaran yang cerdas. Saya masih punya satu pertanyaan lagi. Berapa tinggi bendungan ini?” tanya Amri.
“Kadang-kadang ada yang membuat dengan ketinggian hingga 3 sampai 4 meter. Sebetulnya tidak perlu setinggi itu untuk membuat sarang. Namun di musim dingin air di waduk kami akan membeku menjadi es. Kalau kurang dalam air akan membeku semua hingga ke dasarnya. Tentu saja kalau itu yang terjadi kami tidak bisa bergerak di dalam air. Karena itulah kami membangun bendungan hingga ke dasar sungai agar ketika bagian atas waduk membeku masih ada tempat yang cukup terisi air bagi kami untuk bertahan hidup, “jelas pak Berang.

Kakaknya Amri menambahkan, “Pak dan Bu Berang tahu betul apa yang mereka kerjakan. Kita tidak pernah berpikir untuk membangun sarang di atas waduk seperti itu. Sementara itu, teman-teman kita ini telah menemukan cara mereka untuk mengatasi setiap kemungkinan yang terjadi di kemudian hari. Tentunya Allah-lah yang telah mengatur ini semua dengan memberi mereka keahlian dan pengetahuan.”

Amri tiba-tiba ingat tentang kakaknya. Kakak Amri adalah seorang insinyur. Ia harus belajar bertahun-tahun di perguruan tinggi untuk menjadi insinyur.
Suatu hari Amri masuk ke kamar kakaknya dan melihat pekerjaan rumahnya. Pada waktu itu Amri mengira bahwa tugas kakaknya hanya menggambar gedung, jembatan, dan semacamanya. Tapi ternyata apa yang dilakukan kakaknya sungguh mengejutkan dan tidak dapat ia mengerti. Sepertinya kakaknya harus mengeluarkan usaha keras untuk itu. Dilihatnya begitu banyak garis dan angka yang terdapat dalam kertas-kertas dan buku-buku kakaknya. Amri tidak paham untuk apa semua itu dan apa gunanya. Keheranannya semakin bertambah ketika kakaknya mengatakan bahwa pada akhirnya garis-garis dan angka-angka tadi akan menjadi sebuah gedung.

Ternyata pekerjaan seorang ahli bangunan sangat rumit. Apalagi kata kakaknya bahwa apa yang ia lakukan hanyalah sebagian saja dari proyek pembuatan bangunan. Pada bagian lain akan ada para pekerja bangunan yang memilih dan menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk proyek tersebut.
“Hebat sekali! Sarang yang kalian bangun seolah-olah sebuah proyek yang dirancang oleh kakakku. Kalian telah memperhitungkan dengan baik setiap pembangunan sarang. Aku ingat bagaimana kakakku bekerja hingga larut malam untuk menyelesaikan perhitungan-perhitungan sulit semacam itu, “ jelas Amri.
Kakak Amri menjawab, “Kamu benar Amri. Teman-teman kita, berang-berang ini, tidak hanya menyelesaikan pekerjaan rumit para insinyur seperti yang kakak lakukan tetapi juga pekerjaan para pekerja bangunan. Ini semua adalah bukti akan besarnya nikmat yang Allah berikan kepada mereka berupa keahlian membuat bendungan.
Eh... Amri kita harus kembali ke kemah. Terima kasih atas segalanya. Amri telah mendapatkan jawaban atas rasa penasarannya. Sekarang kita harus berpisah.”
“Aku ingin berterima kasih juga. Senang sekali berbincang-bincang dengan kalian. Sebenarnya aku masih belum ingin berpisah dengan kalian. Kalau tidak keberatan aku akan mengunjungi kalian selama kami masih berkemah di sekitar sini.”kata Amri.
“Tentu saja kamu boleh kemari setiap saat. Kamu nanti juga bisa melihat hasil pekerjaan kami. Sampai jumpa Amri, “sahut pak Berang.
“Sampai ketemu lagi...,” kata bu Berang.
Amri benar-benar kagum dengan pekerjaan berang-berang. Semua pertanyaannya kini sudah terjawab. Ia ingin segera kembali ke kemah dan menceritakan apa yang baru saja ia alami dan pelajari.

Seperti Amri, kalian akhirnya juga mengetahui lebih banyak tentang berang-berang. Seperti yang telah kalian baca, teman-teman baru Amri dapat mengerjakan pekerjaan yang rumit karena keahlian yang telah mereka peroleh sejak lahir. Berang-berang tidak pergi ke sekolah seperti kakak Amri. Tetapi mereka tahu bagaimana harus mengerjakan pekerjaan tersebut. Itu semua karena Zat Yang Maha Kuat dan Mengetahui telah mengajari dan memberi petunjuk kepada mereka. Dialah Allah yang menciptakan kita semua.

Ingatlah! Makhluk seperti berang-berang tak akan bisa melakukan semua hal tadi dengan kebetulan. Tidak mungkin pula mereka muncul secara kebetulan lengkap dengan bentuk tubuh yang cocok dengan kebutuhan dan cara hidup mereka. Bukan pula suatu kebetulan jika mereka dapat membangun bendungan dalam air yang mengalir deras dan mampu menahan tekanannya. Harus pula diketahui bahwa keahlian seperti itu juga dimiliki oleh semua berang-berang.
Satu lagi! Jika berang-berang tadi kehilangan salah satu saja dari sifat-sifat dan keahlian mereka maka mereka akan sulit bertahan hidup. Gigi mereka contohnya. Seandainya gigi depan mereka tidak aus dan sebaliknya gigi belakang mereka tumbuh terus maka akhirnya berang-berang tersebut tak akan bisa menggunakan mulutnya karena gigi-gigi yang semakin panjang. Lalu bagaimana mereka akan memotong batang pohon dan membangun bendungan? Bagaimana mereka akan membuat sarang? Tentu itu semua tak akan terwujud dengan mulut yang penuh gigi seperti itu. Mereka tak akan bisa makan dan akhirnya, mati.

Selain gigi yang istimewa, bagian lain tubuh mereka juga sudah diciptakan cocok dengan cara hidup mereka. Ada selaput tipis yang bisa melindungi mata mereka ketika mereka menyelam. Mereka dilengkapi pula dengan penutup hidung dan telinga sehingga tidak akan kemasukan air. Semua keistimewaan tadi hanya dimiliki oleh berang-berang. Di samping itu, kaki belakang mereka lebar, ekor kuat dan lebar yang memudahkan mereka bergerak di dalam air seperti ikan-ikan. Semua keistimewaan itu telah dimiliki oleh berang-berang sejak mereka lahir.
Jadi, jelaslah mengapa Amri sangat kagum dengan keistimewaan yang dimiliki teman-teman kecilnya itu?
Berang-berang, sejak lahir telah dibekali dengan bentuk badan yang istimewa dan juga pengetahuan serta keahlian dalam membuat bendungan. Dengan ilmu yang Allah berikan tersebut mereka mampu membuat sarangnya. Allah-lah yang yang mempunyai kekuasaan menciptakan berang-berang dengan keistimewaannya tersebut.
Allah menciptakan semua makhluk hidup lengkap dengan sifat-sifat yang sesuai dengan kebutuhan dan cara hidup masing-masing.
Allah Maha Pengasih dan Penyayang kepada makhluknya. Dalam Al Qur’an Allah berfirman:

“Sesungguhnya Tuhanmu hanyalah Allah, yang tidak ada Tuhan selain Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu.” [Surat Thaahaa: 98]

0 komentar:

Posting Komentar