Selasa, Desember 15, 2009

Terhapusnya pahala karena tidak memakai jilbab

Seseorang yang bersumpah palsu saja dimuka pengadilan adalah berat hukumannya, apalagi seorang yang berjanji palsu dihadapan Allah, tentu berat hukuman didalam neraka, yaitu sampai di gantung dengan rambutnya hingga mendidih otaknya.[1] Kaum wanita menyangka bahwa tidak memakai jilbab adalah dosa kecil yang tertutup dengan pahala yang banyak dari shalat, puasa, zakat dan haji yang mereka lakukan. Ini adalah cara berpikir yang salah harus diluruskan. Kaum wanita yang tak memakai jilbab, tidak saja telah berdosa besar kepada Allah, tetapi telah hapus seluruh pahala amal ibadahnya sebagai bunyi surat Al-Maidah ayat 5 baris terakhir yang artinya sbb:
“….. Barang siapa yang mengingkari hukum-hukum syariat Islam sesudah beriman, maka hapuslah pahala amalnya bahkan di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi”.

Sebagaimana telah diterangkan dimuka, memakai jilbab bagi kaum wanita adalah hukum syariat Islam yang digariskan Allah dalam surat An-Nur ayat 59. Jadi kaum wanita yang tak memakainya, mereka telah mengingkari hukum syariat Islam dan bagi mereka berlaku ketentuan Allah yang tak bisa ditawar lagi, yaitu hapus pahala shalat, puasa, zakat dan haji mereka?.

Sikap Allah diatas ini sama dengan sikap manusia dalam kehidupan sehari-hari sebagai terlambang dari peribahasa seperti:“Rusak susu sebelanga, karena nila setitik,”. Contoh segelas susu adalah enak diminum. Tetapi kalau dalam susu itu ada setetes kotoran manusia, kita tidak membuang kotoran tersebut lalu meminum susu tersebut, tetapi kita membuang seluruh susu tersebut.

Begitulah sikap manusia jika ada barang yang kotor mencampuri barang yang bersih. Kalau manusia tidak mau meminum susu yang bercampur sedikit kotoran, begitu juga Allah tidak mau menerima amal ibadah manusia kalau satu saja perintah-Nya diingkari.

Di dalam surat Al A’raaf ayat 147, Allah menegaskan lagi sikapNya terhadap wanita yang tak mau memakai jilbab, yang berbunyi sbb.:

“Orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, juga mendustakan akhirat, hapuslah seluruh pahala amal kebaikan. Bukankah mereka tidak akan diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan?”



Kaum wanita yang tak memakai jilbab didalam hidupnya, mereka telah sesuai dengan bunyi ayat Allah diatas ini, hapuslah pahala shalat, puasa, zakat, haji mereka.

Sungguh-sungguh betul harus dikasihani wanita seperti ini dengan menyadarkan mereka supaya patuh kepada Allah, yaitu keharusan memakai jilbab didalam hidup mereka. Kaum wanita yang tak mau memakai jilbab, mengucapkan “Allahu Akbar” didalam shalat mereka, yang artinya “Allah Yang Maha Besar”, Dialah yang Maha Kuasa dan pemimpin tertinggi yang harus dipatuhi seluruh perintahNya, sedang dia adalah hamba Allah yang lemah dan hina dina yang tak berdaya sama sekali.


Tetapi diluar shalat dia tak mau memakai jilbab yang melambangkan ciri khas seorang wanita muslimah. Kalau begitu ucapan “Allahu Akbar” didalam shalat mereka adalah kosong tidak berbekas dihati mereka.

Jadi dapat dimengerti kenapa shalat mereka tidak ada nilainya disisi Allah, atau telah hapus pahalanya sesuai dengan bunyi surat Al Maidah ayat 5 baris terakhir dan surat Al A’raaf ayat 147 di atas tadi.

Kaum wanita yang tak mau memakai jilbab berada dalam neraka sebagaimana bunyi hadits Nabi Muhammad SAW diatas, juda ditegaskan Allah sebagaimana firmanNya di dalam surat Al A’raaf ayat 36 yang artinya seperti:

“Adapun orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya”.

Kaum wanita yang tak mau memakai jilbab, adalah mendustakan ayat Allah surat An Nur ayat 31 dan Al Ahzab ayat 59 dan menyombongkan diri terhadap perintah Allah tersebut, maka sesuai dengan bunyi ayat tersebut diatas mereka kekal didalam neraka.

Ummat Islam selama ini menyangka tidak kekal didalam neraka, karena ada syafaat atau pertolongan Nabi Muhammad SAW yang memohon kepada Allah agar ummat yang berdosa dikeluarkan dari neraka. Mereka yang dikeluarkan Allah dari neraka, mereka yang dalam hidupnya ada perasaan takut kepada Allah. Tetapi kaum wanita yang tak mau memakai jilbab, tidak ada perasaan takutnya akan siksa Allah, sebab itulah mereka kekal didalam neraka.

Seseorang yang sadar akan dosanya digambarkan Nabi Muhammad SAW seperti bunyi hadits yang artinya seperti:

“Sesungguhnya seorang mukmin dosanya itu bagaikan bukit besar yang kuatir jatuh padanya, sedang orang kafir memandang dosanya bagaikan lalat yang hinggap diatas hidungnya”. (Riwayat: ……………………)

Sekarang kaum wanita yang tak mau berjilbab, dapat menanya hati nurani mereka masing-masing. Apakah terasa berdosa bagaikan gunung yang sewaktu-waktu jatuh menghimpitnya atau bagaikan lalat yang hinggap dihidung mereka?.

Kalau kaum wanita yang tak mau memakai jilbab, menganggap enteng dosa mereka bagaikan lalat yang hinggap dihidungnya, maka tak akan bertobat didalam hidupnya. Atau dalam perkataan lain tidak ada perasaan takutnya kepada Allah, sebab itu mereka kekal didalam neraka sebagaimana bunyi surat Al-A’raaf ayat 36 di atas. Jadi mereka tak mendapat syafaat atau pertolongan Nabi Muhammad SAW nanti di akhirat.

Banyak sekali kaum wanita yang tak berjilbab sungguhpun mereka mendirikan shalat, puasa, zakat dan haji, tetapi telah hapus nilai pahalanya disisi Allah telah terjadi di zaman kita ini dan akan berketerusan sampai hari kiamat, kecuali dakwah menghidupkan risalah jilbab ini dikerjakan bersama-sama oleh seluruh ummat Islam, yaitu dengan mencetak ulang buku yang tipis ini dengan jumlah yang banyak dan disebarkan secara cuma-cuma ketengah-tengah ummat Islam.

Sesungguhnya banyak kaum wanita yang hapus pahala shalatnya yang hidup di zaman ini dan di zaman yang akan datang, semata-mata karena mereka tidak memakai jilbab didalam hidup mereka, telah diisyaratkan Nabi Muhammad SAW dikala hidup beliau sebagaimana bunyi hadits dibawah ini yang artinya sbb:

“Ada satu masa yang paling aku takuti, dimana ummatku banyak yang mendirikan shalat, tetapi sebenarnya mereka bukan mendirikan shalat, dan neraka jahanamlah bagi mereka”. (Riwayat: ……………………)

Tafsir “…sebenarnya bukan mendirikan shalat…” dari hadits diatas, ialah nilai shalat mereka tidak ada disisi Allah karena telah hapus pahalanya disebabkan kaum wanita mengingkari ayat jilbab. Begitulah Nabi Muhammad SAW memberi peringatan kepada kita semua, bahwa banyak ummatnya dari kaum wanita yang masuk neraka biarpun mereka mendirikan shalat, tetapi tidak memakai jilbab didalam hidup, apakah kita yang mengaku mencintai sesama ummat Nabi Muhammad SAW akan diam berpangku tangan membiarkan kaum wanita berada berketerusan dalam dosa ?.


Read More ..

Selasa, November 17, 2009

Cara Syaitan Pengaruhi Wanita




Syaitan memiliki berbagai cara strategi dalam menggoda manusia, dan yang sering dieksploitasi sebaik-baiknya oleh mereka adalah dengan memanfaatkan hawa nafsu yang memang memiliki kecenderungan mengajak kepada keburukan. Syaitan tahu kecenderungan nafsu kita, dia terus berusaha agar manusia keluar dari garis yang telah ditentukan Allah, termasuk melepaskan hijab atau pakaian muslimah. Berikut adalah cara bertahap:

I. Menghilangkan Definisi Hijab
Dalam tahap ini syaitan membisikkan kepada para wanita, bahawa pakaian apapun termasuk hijab (penutup) itu tidak ada kaitannya dengan agama, ia hanya sekadar pakaian atau gaya hiasan bagi para wanita. Jadi tidak ada pakaian syar'i, pakaian, dengan apa pun bentuk dan namanya tetap pakaian. Sehingga akibatnya, ketika zaman telah berubah, atau kebudayaan manusia telah berganti, maka tidak ada masalah pakaian ikut ganti juga. Demikian pula ketika seseorang berpindah dari suatu negeri ke negeri yang lain, maka harus menyesuaikan diri dengan pakaian penduduknya, apapun yang mereka pakai.

Berbeza halnya jika seorang wanita berkeyakinan, bahawa hijab adalah pakaian syar'i (identiti keIslaman), dan memakainya adalah ibadah bukan sekadar gaya ( fesyen ). Biarpun hidup bila saja dan di mana saja, maka hijab syar'i tetap dipertahankan.

Apabila seorang wanita masih bertahan dengan prinsip hijabnya, maka syaitan beralih dengan strategi yang lebih halus. Caranya?



Pertama, Membuka Bahagian Tangan
Telapak tangan mungkin sudah kebiasaannya terbuka, maka syaitan membisikkan kepada para wanita agar ada sedikit peningkatan model yakni membuka bahagian hasta (siku hingga telapak tangan). "Ah tidak apa-apa, kan masih pakai jilbab dan pakai baju panjang? Begitu bisikan syaitan. Dan benar si wanita akhirnya memakai pakaian model baru yang menampakkan tangannya, dan ternyata para lelaki melihatnya juga seperti biasa saja. Maka syaitan berbisik," Tu.. tidak apa-apa kan?

Kedua, Membuka Leher dan Dada
Setelah menampakkan tangan menjadi kebiasaan, maka datanglah syaitan untuk membisikkan perkara baru lagi. "Kini buka tangan sudah menjadi lumrah, maka perlu ada peningkatan model pakaian yang lebih maju lagi, yakni terbuka bahagian atas dada kamu." Tapi jangan sebut sebagai pakaian terbuka, hanya sekadar sedikit untuk mendapatkan hawa, agar tidak panas. Cubalah! Orang pasti tidak akan peduli, sebab hanya sebahagian kecil sahaja yang terbuka.

Maka dipakailah pakaian fesyen terbaru yang terbuka bahagian leher dan dadanya dari yang fesyen setengah lingkaran hingga yang fesyen bentuk huruf "V" yang tentu menjadikan lebih terlihat lagi bahagian sensitif lagi dari dadanya.

Ketiga, Berpakaian Tapi Telanjang
Syaitan berbisik lagi, "Pakaian mu hanya gitu-gitu saja, yak "cool" cari fesyen atau bahan lain yang lebih bagus! Tapi apa ya? Si wanita berfikir. "Banyak fesyen dan kain yang agak tipis, lalu bentuknya dibuat yang agak ketat biar lebih sedap/cantik dipandang," syaitan memberi idea baru.

Maka tergodalah si wanita, di carilah fesyen pakaian yang ketat dan kain yang tipis bahkan transparent. "Mungkin tak ada masalah, kan potongan pakaiannya masih panjang, hanya bahan dan fesyennya saja yang agak berbeza, biar nampak lebih feminin," begitu dia menokok-nambah. Walhasil pakaian tersebut akhirnya membudaya di kalangan wanita muslimah, makin hari makin bertambah ketat dan transparent, maka jadilah mereka wanita yang disebut oleh Nabi sebagai wanita
kasiyat 'ariyat (berpakaian tetapi telanjang).

Keempat, Agak di Buka Sedikit
Setelah para wanita muslimah mengenakan pakaian yang ketat, maka syaitan datang lagi. Dan sebagaimana biasanya dia menawarkan idea baru yang sepertinya "cool" dan "vogue", yakni dibisiki wanita itu, "Pakaian seperti ini membuat susah berjalan atau duduk, soalnya sempit, apa tak sebaiknya di belah hingga lutut atau mendekati paha?" Dengan itu kamu akan lebih selesa, lebih kelihatan lincah dan energik." Lalu dicubalah idea baru itu, dan memang benar dengan dibelah mulai dari bahagian bawah hingga lutut atau mendekati paha ternyata membuat lebih selesa dan leluasa, terutama ketika akan duduk atau naik kenderaan. "Yah.... tersingkap sedikit tak apa-apa lah, yang penting enjoy," katanya.

Inilah tahapan awal syaitan merosak kaum wanita, hingga tahap ini pakaian masih tetap utuh dan panjang, hanya fesyen, corak, potongan dan bahan saja yang dibuat berbeza dengan hijab syar'i yang sebenarnya. Maka kini mulailah syaitan pada tahap berikutnya.


II. Terbuka Sedikit Demi Sedikit
Kini syaitan melangkah lagi, dengan tipu daya lain yang lebih "power", tujuannya agar para wanita menampakkan bahagian aurat tubuhnya.

Pertama, Membuka Telapak Kaki dan Tumit
Syaitan Berbisik kepada para wanita, "Baju panjang benar-benar tidak selesa, kalau hanya dengan membelah sedikit bahagiannya masih kurang leluasa, lebih elok kalau dipotong sahaja hingga atas mata kaki." Ini baru agak longgar. "Oh...... ada yang yang terlupa, kalau kamu pakai baju sedemikian, maka jilbab yang besar tidak sepadan lagi, sekarang kamu cari jilbab yang kecil agar lebih serasi dan sepadan, ala....... orang tetap menamakannya dengan jilbab."

Maka para wanita yang terpengaruh dengan bisikan ini terburu-buru mencari fesyen pakaian yang dimaksudkan. Tak ketinggalan kasut tumit tinggi, yang kalau untuk berjalan, dapat menarik perhatian orang.

Kedua, Membuka Seperempat Hingga Separuh Betis
Terbuka telapak kaki telah biasa ia lakukan, dan ternyata orang yang melihat juga tidak begitu ambil peduli. Maka syaitan kembali berbisik, "Ternyata kebanyakan manusia menyukai apa yang kamu lakukan, buktinya mereka tidak ada reaksi apa-apa, kecuali hanya beberapa orang. Kalau langkah kakimu masih kurang leluasa, maka cubalah kamu cari fesyen lain yang lebih menarik, bukankah kini banyak skirt separuh betis dijual di pasaran? Tidak usah terlalu terdedah, hanya terlihat kira-kira sepuluh centimetre saja." Nanti kalau sudah biasa, baru kamu cari fesyen baru yang terbuka hingga separuh betis."

Benar-benar bisikan syaitan dan hawa nafsu telah menjadi penasihat peribadinya, sehingga apa yang saja yang dibisikkan syaitan dalam jiwanya dia turutkan. Maka terbiasalah dia memakai pakaian yang terlihat separuh betisnya kemana saja dia pergi.

Ketiga, Terbuka Seluruh Betis
Kini di mata si wanita, zaman benar-benar telah berubah, syaitan telah berhasil membalikkan pandangan jernihnya. Terkadang si wanita berfikir, apakah ini tidak menyelisihi para wanita di masa Nabi dahulu. Namun bisikan syaitan dan hawa nafsu menyahut, "Ah jelas tidak, kan sekarang zaman sudah berubah, kalau zaman dulu para lelaki mengangkat pakaiannya hingga setengah betis, maka wanitanya harus menyelisihi dengan menjulurkannya hingga menutup telapak kaki, tapi kini lain, sekarang banyak lelaki yang menurunkan pakaiannya hingga bawah mata kaki, maka wanitanya harus menyelisihi mereka iaitu dengan mengangkatnya hingga setengah betis atau kalau perlu lebih ke atas lagi, sehingga nampak seluruh betisnya."

Tetapi? apakah itu tidak menjadi fitnah bagi kaum lelaki," bersungut. "Fitnah? Ah...... itu kan zaman dulu, di masa itu kaum lelaki tidak suka kalau wanita menampakkan auratnya, sehingga wanita-wanita mereka lebih banyak di rumah dan pakaian mereka sangat tertutup. Tapi sekarang sudah berbeza, kini kaum lelaki kalau melihat bahagian tubuh wanita yang terbuka, malah senang dan mengatakan ooh atau wow, bukankah ini bererti sudah tidak ada lagi fitnah, kerana sama- sama suka? Lihat saja fesyen pakaian di sana-sini, dari yang di pasar malam hingga yang berjenama di pusat membeli belah, semuanya memperagakan fesyen yang dirancang khusus untuk wanita maju di zaman ini. Kalau kamu tidak mengikutinya, akan menjadi wanita yang ketinggalan zaman."

Demikianlah, maka pakaian yang menampakkan seluruh betis akhirnya menjadi kebiasaan, apalagi ramai yang memakainya dan sedikit sekali orang yang mempersoalkannya. Kini tibalah saatnya syaitan melancarkan tahap terakhir dari tipu dayannya untuk melucuti hijab wanita.


III. Serba Mini
Setelah pakaian yang menampakkan betis menjadi pakaian sehari- harian dan dirasa biasa-biasa saja, maka datanglah bisikan syaitan yang lain. "Pakaian memerlukan variasi, jangan yang itu-itu saja, sekarang ini fesyen skirt mini, dan agar sepadan, rambut kepala harus terbuka, sehingga benar-benar kelihatan indah."

Maka akhirnya skirt mini yang menampakkan bahagian bawah paha dia pakai, bajunya pun bervariasi, ada yang terbuka hingga lengan tangan, terbuka bahagian dada sekaligus bahagian punggungnya dan berbagai fesyen lain yang serba pendek dan mini. Koleksi pakaiannya sangat beraneka ragam, ada pakaian untuk berpesta, bersosial, pakaian kerja, pakaian rasmi, pakaian malam, petang, musim panas, musim sejuk dan lain-lain, tak ketinggalan seluar pendek separuh paha pun dia miliki, fesyen dan warna rambut juga ikut bervariasi, semuanya telah dicuba. Begitulah sesuatu yang sepertinya mustahil untuk dilakukan, ternyata kalau sudah dihiasi oleh syaitan, maka segalanya menjadi serba mungkin dan diterima oleh manusia.

Hingga suatu ketika, muncul idea untuk mandi di kolam renang terbuka atau mandi di pantai, di mana semua wanitanya sama, hanya dua bahagian paling ketara saja yang tersisa untuk ditutupi, kemaluan dan buah dada. Mereka semua mengenakan pakaian yang sering disebut dengan "bikini". Kerana semuanya begitu, maka harus ikut begitu, dan na'udzubillah bisikan syaitan berhasil, tujuannya tercapai, "Menelanjangi Kaum Wanita."

Selanjutnya terserah kamu wahai wanita, kalian semua sama, telanjang di hadapan lelaki lain, di tempat umum. Aku berlepas diri kalau nanti kelak kalian sama-sama di neraka. Aku hanya menunjukkan jalan, engkau sendiri yang melakukan itu semua, maka tanggung sendiri semua dosamu" Syaitan tak ingin ambil risiko.

Penutup
Demikian halus, cara yang digunakan syaitan, sehingga manusia terjerumus dalam dosa tanpa terasa. Maka hendaklah kita semua, terutama orang tua jika melihat gejala menyimpang pada anak-anak gadis dan para wanita kita sekecil apapun, segera secepatnya diambil tindakan. Jangan biarkan berlarut-larutan, kerana kalau dibiarkan dan telah menjadi kebiasaan, maka sakan menjadi sukar bagi kita untuk mengatasinya. Membiarkan mereka membuka aurat bererti merelakan mereka mendapatkan laknat Allah, kasihanilah mereka, selamatkan para wanita muslimah, jangan jerumuskan mereka ke dalam kebinasaan yang menyengsarakan, baik di dunia mahupun di akhirat.

Sumber idea dan buah fikiran: Kitab "At ta'ari asy syaithani", Adnan ath-Thursyah

Read More ..

Rabu, September 30, 2009

kedudukan wanita dalam Islam

Berikut ini adalah jawaban dari pertanyaan yang terdapat dalam majalah Al-Jail di Riyadh (Arab Saudi) tentang kedudukan wanita dalam Islam yang disampaikan oleh Syaikh Ibnu Baz.

***

Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi dan Rasul yang paling mulia, kepada keluarganya, sahabatnya, serta kepada siapa saja yang meniti jalannya sampai hari pembalasan.

Sesungguhnya wanita muslimah memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam dan pengaruh yang besar dalam kehidupan setiap muslim. Dia akan menjadi madrasah pertama dalam membangun masyarakat yang shalih, tatkala dia berjalan di atas petunjuk Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Karena berpegang dengan keduanya akan menjauhkan setiap muslim dan muslimah dari kesesatan dalam segala hal.

Kesesatan dan penyimpangan umat tidaklah terjadi melainkan karena jauhnya mereka dari petunjuk Allah dan dari ajaran yang dibawa oleh para nabi dan rasul-Nya. Rasulullah bersabda, “Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, di mana kalian tidak akan tersesat selama berpegang dengan keduanya, yaitu Kitab Allah dan sunnahku.” (Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam al-Muwaththa’ kitab Al-Qadar III)

Sungguh telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an betapa pentingnya peran wanita, baik sebagai ibu, istri, saudara perempuan, mapun sebagai anak. Demikian pula yang berkenaan dengan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya. Adanya hal-hal tersebut juga telah dijelaskan dalam sunnah Rasul.


Peran wanita dikatakan penting karena banyak beban-beban berat yang harus dihadapinya, bahkan beban-beban yang semestinya dipikul oleh pria. Oleh karena itu, menjadi kewajiban bagi kita untuk berterima kasih kepada ibu, berbakti kepadanya, dan santun dalam bersikap kepadanya. Kedudukan ibu terhadap anak-anaknya lebih didahulukan daripada kedudukan ayah. Ini disebutkan dalam firman Allah,

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu. Hanya kepada-Ku lah kamu akan kembali.” (QS. Luqman: 14)

Begitu pula dalam firman-Nya, “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada ibu bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandung dan menyapihnya adalah tiga puluh bulan.” (QS. Al-Ahqaf: 15)

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa pernah ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, siapa orang yang paling berhak bagi aku untuk berlaku bajik kepadanya?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia siapa?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia siapa?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia siapa?” Nabi menjawab, “Ayahmu.” (HR. Bukhari, Kitab al-Adab no. 5971 juga Muslim, Kitab al-Birr wa ash-Shilah no. 2548)

Dari hadits di atas, hendaknya besarnya bakti kita kepada ibu tiga kali lipat bakti kita kepada ayah. Kemudian, kedudukan isteri dan pengaruhnya terhadap ketenangan jiwa seseorang (suami) telah dijelaskan dalam Al-Qur’an.

Allah berfirman,
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan menjadikan rasa kasih dan sayang di antara kalian.” (QS. Ar-Rum: 21)

Al-Hafizh Ibnu Katsir -semoga Alah merahmatinya- menjelaskan pengertian firman Allah: “mawaddah wa rahmah” bahwa mawaddah adalah rasa cinta, dan rahmah adalah rasa kasih sayang.

Seorang pria menjadikan seorang wanita sebagai istrinya bisa karena cintanya kepada wanita tersebut atau karena kasih sayangnya kepada wanita itu, yang selanjutnya dari cinta dan kasih sayang tersebut keduanya mendapatkan anak.

Sungguh, kita bisa melihat teladan yang baik dalam masalah ini dari Khadijah, isteri Rasulullah, yang telah memberikan andil besar dalam menenangkan rasa takut Rasulullah ketika beliau didatangi malaikat Jibril membawa wahyu yang pertama kalinya di goa Hira’. Nabi pulang ke rumah dengan gemetar dan hampir pingsan, lalu berkata kepada Khadijah, “Selimuti aku, selimuti aku! Sungguh aku khawatir dengan diriku.” Demi melihat Nabi yang demikian itu, Khadijah berkata kepada beliau, “Tenanglah. Sungguh, demi Allah, sekali-kali Dia tidak akan menghinakan dirimu. Engkau adalah orang yang senantiasa menyambung tali silaturahim, senantiasa berkata jujur, tahan dengan penderitaan, mengerjakan apa yang belum pernah dilakukan orang lain, menolong yang lemah dan membela kebenaran.” (HR. Bukhari, Kitab Bad’ al-Wahyi no. 3, dan Muslim, Kitab al-Iman no. 160)

Kita juga tentu tidak lupa dengan peran ‘Aisyah. Banyak para sahabat, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, menerima hadits darinya berkenaan dengan hukum-hukum agama.

Kita juga tentu mengetahui sebuah kisah yang terjadi belum lama ini berkenaan dengan istri Imam Muhammad bin Su’ud, raja pertama kerajaan Arab Saudi. Kita mengetahui bahwa isteri beliau menasehati suaminya yang seorang raja itu untuk menerima dakwah Imam al-Mujaddid Muhammad bin Abdul Wahhab. Sungguh, nasehat isteri sang raja itu benar-benar membawa pengaruh besar hingga membuahkan kesepakatan antara Imam al-Mujaddid Muhammad bin Abdul Wahhab dengan Imam Muhammad bin Su’ud untuk menggerakkan dakwah. Dan -alhamdulillah— kita bisa merasakan hasil dari nasehat istri raja itu hingga hari ini, hal mana aqidah merasuk dalam diri anak-anak negeri ini. Dan tidak bisa dipungkiri pula bahwa ibuku sendiri memiliki peran dan andil yang besar dalam memberikan dorongan dan bantuan terhadap keberhasilan pendidikanku. Semoga Allah melipat gandakan pahala untuknya dan semoga Allah membalas kebaikannya kepadaku tersebut dengan balasan yang terbaik.

Tidak diragukan bahwa rumah yang penuh dengan rasa cinta, kasih dan sayang, serta pendidikan yang islami akan berpengaruh terhadap kehidupan seseorang. Dengan izin Allah seseorang yang hidup dalam lingkungan rumah seperti itu akan senantiasa mendapatkan taufik dari Allah dalam setiap urusannya, sukses dalam pekerjaan yang ditempuhnya, baik dalam menuntut ilmu, perdagangan, pertanian atau pekerjaan-pekerjaan lain.

Kepada Allah-lah aku memohon semoga Dia memberi taufik-Nya kepada kita semua sehingga dapat melakukan apa yang Dia cintai dan Dia ridhai. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya dan sahabat-sahabatnya. (Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Baz III/348)

Tidak Suka Dengan Kelahiran Anak Wanita Termasuk Perilaku Jahiliyah

Tanya: Pada zaman ini, kita sering mendengar perkara-perkara yang biasa menjadi bahan perdebatan orang karena ganjilnya. Di antaranya mungkin kita pernah mendengar sebagian orang mengatakan, “Kami tidak suka menggauli istri kami jika yang lahir adalah anak perempuan.” Sebagian lagi mengatakan kepada istrinya, “Demi Allah, jika engkau melahirkan anak perempuan, saya akan menceraikanmu.” -Kita berlepas diri dari orang-orang seperti itu-. Sebagian dari wanita ada yang mendapatkan perlakuan semacam itu dari suaminya. Mereka merasa gelisah dengan perkataan suaminya yang seperti itu. Bagaimana dan apa yang mesti mereka perbuat terhadap perkataan suami seperti itu? Apa nasehat Syaikh dalam masalah ini?

Jawab: Saya yakin apa yang dikatakan saudara penanya adalah sesuatu yang sangat jarang terjadi. Saya tidak habis pikir, bagaimana ada seorang suami yang kebodohannya sampai pada taraf seperti itu; mengultimatum akan menceraikan isterinya jika anak yang dilahirkannya anak perempuan. Lain masalahnya, kalau sebenarnya dia sudah tidak suka dengan isterinya, kemudian ingin menceraikannya dan menjadikan masalah ini sebagai alasan agar dapat menceraikannya. Jika ini masalah yang sebenarnya; dia sudah tidak bisa bersabar lagi untuk hidup bersama isterinya, dan telah berusaha untuk tetap hidup berdampingan dengannya akan tetapi tidak berhasil; jika ini masalah yang sebenarnya, hendaknya dia mencerai istrinya dengan cara yang jelas, bukan dengan alasan seperti itu.

Karena perceraian dibolehkan asalkan dengan dengan alasan yang syar’i. Akan tetapi, meskipun demikian, kami menasehatkan kepada para suami yang mendapatkan hal-hal yang tidak disukai pada diri isterinya agar bersabar, sebagaimana yang difirmankan Allah, “Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka (isteri-isteri kamu), (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa’: 19)

Adapun membenci anak perempuan, tidak diragukan bahwa itu merupakan perilaku jahiliyah, dan di dalamnya terkandung sikap tasakhuth (tidak menerima) terhadap apa yang telah menjadi ketetapan dan takdir Allah. Manusia tidak tahu, mungkin saja anak-anak perempuan yang dimilikinya akan lebih baik baginya daripada mempunyai banyak anak laki-laki. Berapa banyak anak-anak perempuan justru menjadi berkah bagi ayahnya baik semasa hidupnya maupun setelah matinya. Dan berapa banyak anak-anak lelaki justru menjadi bala dan bencana bagi ayahnya semasa hidupnya dan tidak memberi manfaaat sedikit pun setelah matinya.

Rujukan:
Fatawa Ulama al-Balad al-Haram hal. 519.
Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Baz (III/348).

Sumber: Majalah Fatawa

Read More ..

Jumat, September 11, 2009

Keistimewaan Bulan Ramadhan

Alhamdulillah.

Ramadhan termasuk bulan arab yang dua belas. Ia adalah bulan nan agung dalam agama Islam. Dia berbeda dengan bulan-bulan lainnya karena sejumlah keistimewaan dan keutamaan yang ada padanya. Di antaranya yaitu:

1. Allah Azza wa Jalla menjadikan puasa (di Bulan Ramadhan) merupakan rukun keempat di antara Rukun Islam. Sebagaimana firman-Nya:

( شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدىً لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْه) سورة البقرة: 185

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu”.(SQ. Al-Baqarah: 185)

Terdapat riwayat shahih dalam dua kitab shahih; Bukhari, no. 8, dan Muslim, no. 16 dari hadits Ibnu Umar, sesungguhnya Nabi sallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

بني الإسلام على خمس شهادة أن لا إله إلا الله , وأن محمدا عبد الله ورسوله , وإقام الصلاة , وإيتاء الزكاة ، وصوم رمضان , وحج البيت.

“Islam dibangun atas lima (rukun); Bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadan dan haji ke Baitullah.”



2. Allah menurunkan Al-Qur’an (di dalam Bulan Ramadan).

Sebagaimana firman Allah Ta’ala pada ayat sebelumnya,

( شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدىً لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ )

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)”. (QS. Al-Baqarah: 185)

Allah Ta’ala juga berfirman:

( إنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ ) سورة القدر: 1

“Sesungguhnya Kami turunkan (Al-Qur’an) pada malam Lailatur Qadar.”

3. Allah menetapkan Lailatul Qadar pada bulan tersebut, yaitu malam yang lebih baik dari seribu bulan, sebagaimana firman Allah:

( إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ . وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ . لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ . تَنَزَّلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ . سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ) سورة القدر: 1-5

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan, Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadar : 1-5).

Dan firman-Nya yang lain:

( إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ ) سورة الدخان: 3

“sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi[1369] dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS. Ad-Dukhan: 3).

Allah telah mengistimewakan bulan Ramadhan dengan adanya Lailaul Qadar. Untuk menjelaskan keutamaan malam yang barokah ini, Allah turunkan surat Al-Qadar, dan juga banyak hadits yang menjelaskannya, di antaranya Hadits Abu Hurairah radhialahu ’anhu, dia berkata: Rasulullah sallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ , تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ , وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ , وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ , لِلَّهِ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ, مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ ” رواه النسائي ( 2106 ) وأحمد (8769) صححه الألباني في صحيح الترغيب ( 999 ) .

“Bulan Ramadhan telah tiba menemui kalian, bulan (penuh) barokah, Allah wajibkan kepada kalian berpuasa. Pada bulan itu pintu-pintu langit dibuka, pintu-pintu (neraka) jahim ditutup, setan-setan durhaka dibelenggu. Padanya Allah memiliki malam yang lebih baik dari seribu bulan, siapa yang terhalang mendapatkan kebaikannya, maka sungguh dia terhalang (mendapatkan kebaikan yang banyak).” (HR. Nasa’I, no. 2106, Ahmad, no. 8769. Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih At-Targhib, no. 999)

Dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ’anhu, dia berkata, Rasulullah sallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ . (رواه البخاري، رقم 1910، ومسلم، رقم 760 )

“Barangsiapa yang berdiri (menunaikan shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan (penuh) keimanan dan pengharapan (pahala), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari, no. 1910, Muslim, no. 760).

4. Allah menjadikan puasa dan shalat yang dilakukan dengan keimanan dan mengharapkan (pahala) sebagai sebab diampuninya dosa. Sebagaimana telah terdapta riwayat shahih dalam dua kitab shahih; Shahih Bukhori, no. 2014, dan shahih Muslim, no. 760, dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ’anhu, sesungguhnya Nabi sallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه

“Barangsiapa yang berpuasa (di Bulan) Ramadhan (dalam kondisi) keimanan dan mengharapkan (pahala), maka dia akan diampuni dosa-dosa yang telah lalu”.

Juga dalam riwayat Bukhari, no. 2008, dan Muslim, no. 174, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ومن قام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه

”Barangsiapa yang berdiri (menunaikan shalat) di bulan Ramadan dengan iman dan mengharap (pahala), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni”.

Umat islam telah sepakat (ijma) akan sunnahnya menunaikan qiyam waktu malam-malam Ramadhan. Imam Nawawi telah menyebutkan bahwa maksud dari qiyam di bulan Ramadhan adalah shalat Taraweh, Artinya dia mendapat nilai qiyam dengan menunaikan shalat Taraweh.

5. Allah (di bulan Ramadhan) membuka pintu-pintu surga, menutup pintu-pintu neraka dan membelenggu setan-setan. Sebagaimana dalam dua kitab shahih, Bukhari, no. 1898, Muslim, no. 1079, dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ’anhu, dia berkata: Rasulullah sallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

إذا جاء رمضان فتحت أبواب الجنة , وغلقت أبواب النار , وصُفِّدت الشياطين

“Ketika datang (bulan) Ramadan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu”.

6. Pada setiap malam (bulan Ramadan) ada yang Allah bebaskan dari (siksa) neraka. Diriwayatkan Ahmad (5/256) dari hadits Abu Umamah, sesungguhnya Nabi sallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

لله عند كل فطر عتقاء. (قال المنذري: إسناده لا بأس به، وصححه الألباني في صحيح الترغيب، رقم 987)

“Pada setiap (waktu) berbuka, Allah ada orang-orang yang dibebaskan (dari siksa neraka)” (Al-Munziri berkata: ”Sanadnya tidak mengapa”, dishahihkan oleh Al-Albany dalam shahih At-Targhib, no. 987)

Diriwayatkan dari Bazzar (Kasyf, no. 962), dari hadits Abu Said, dia berkata: Rasulullah sallallahu’alaihi wasallan bersabda:

إن لله تبارك وتعالى عتقاء في كل يوم وليلة _ يعني في رمضان _ , وإن لكل مسلم في كل يوم وليلة دعوة مستجابة “

“Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala memberikan kebebasan dari siksa neraka pada setiap malam –yakni di bulan Ramadan- dan sesungguhnya setiap muslim pada waktu siang dan malam memiliki doa yang terkabul (mustajabah)”.

7. Puasa pada bulan Ramadan (merupakan) sebab terhapusnya dosa-dosa yang lampau sebelum Ramadan jika menjauhi dosa-dosa besar. Sebagaimana terdapat riwayat dalam shahih Muslim, no. 233, sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wasallam bersabda:

الصلوات الخمس , والجمعة إلى الجمعة , ورمضان إلى رمضان , مكفرات ما بينهن إذا اجتنبت الكبائر

“Dari shalat (ke shalat) yang lima waktu, dari Jum’at ke Jum’at, dari Ramadan ke Ramadhan, semua itu dapat menghapuskan (dosa-dosa) di antara waktu tersebut, jika menjauhi dosa-dosa besar.”

8. Puasa (di bulan Ramadan) senilai puasa sepuluh bulan. Yang menunjukkan hal itu, adalah riwayat dalam shahih Muslim, no. 1164, dari hadits Abu Ayub Al-Anshary, dia berkata:

من صام رمضان , ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر

“Barangsiapa yang berpuasa (pada bulan Ramadhan) kemudian diikuti (puasa) enam (hari) pada bulan Syawwal, maka hal itu seperti puasa setahun”.

Juga diriwayatkan oleh Ahmad, no. 21906, sesunggunya Nabi sallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

من صام رمضان فشهر بعشرة أشهر ، وصيام ستة أيام بعد الفطر فذلك تمام السنة

“Siapa yang berpuasa (pada bulan) Ramadan, maka satu bulan sama seperti sepuluh bulan. Dan (siapa yang berpuasa setelah itu) berpuasa selama enam hari sesudah Id (Syawal), hal itu (sama nilainya dengan puasa) sempurna satu tahun”.

9. Orang yang menunaikan qiyamul lail (Taraweh) bersama imam hingga selesai, dicatat baginya seperti qiyamul lail semalam (penuh). Sebagaimana terdapat riwayat dari Abu Daud, no. 1370 dan lainnya dari hadits Abu Dzar radhiallahu ’anhu, dia berkata: Rasulullah sallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Bahwasiapa menunaikan qiyamul lail bersama imam hingga selesai, dicatat baginya (pahala) qiyamul lail semalam (penuh)”. (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam kitab ‘Shalat Taraweh’, hal. 15)

10. Melaksanakan umrah pada bulan Ramadan, (pahalanya) seperti haji. Diriwayatkan oleh Bukhari, no. 1782, dan Muslim, no. 1256, dari Ibnu Abbas radhiallahu ’anhuma, dia berkata: Rasulullah sallallahu ’alaihi wasallam bersabda kepada wanita dari Anshar: ”Apa yang menghalangi anda melaksanakan haji bersama kami?” Dia berkata: ”Kami hanya mempunyai dua ekor onta untuk menyiram tanaman. Bapak dan anaknya menunaikan haji dengan membawa satu ekor onta dan kami ditinggalkan satu ekor onta untuk menyiram tanaman.” Beliau bersabda: “Jika datang bulan Ramadan tunaikanlah umrah, karena umrah (di bulan Ramadhan) seperti haji”. Dalam riwayat Muslim: “(seperti) haji bersamaku”.

11. Disunnahkan i’tikaf, karena Rasulullah sallallahu ’alaihi wa sallam senantiasa melaksanakannya, sebagaimana dalam hadits Aisyah radhiallahu ’anha, sesungguhnya Nabi sallallahu ’alaihi wa sallam biasanya beri’tikaf pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan hingga Allah ta’ala mewafatkannya, kemudian istri-istrinya beri’tikaf (sepeninggal) beliau”. (HR. Bukhari, no. 1922, Muslim, no. 1172).

12. Sangat dianjurkan sekali pada bulan Ramadan tadarus Al-Qur’an dan memperbanyak tilawah. Cara tadarus Al-Qur’an adalah dengan membaca (Al-Qur’an) kepada orang lain dan orang lain membacakan (Al-Qur’an) kepadanya. Dalil dianjurkannya (adalah): “Sesungguhnya Jibril bertemu Nabi sallallahu ’alaihi wa sallam setiap malam di bulan Ramadhan dan membacakan (Al-Qur’an) kepadanya”. (HR. Bukhari, no. 6, dan Muslim, no. 2308). Membaca Al-Qur’an dianjurkan secara mutlak, akan tetapi pada bulan Ramadan sangat ditekankan.

13. Dianjurkan di bulan Ramadhan memberikan buka kepada orang yang berpuasa, berdasarkan hadits Zaid Al-Juhany radiallahu ’anhu berkata, Rasulullah sallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: ”Barangsiapa memberi buka (kepada) orang yang berpuasa, maka dia (akan mendapatkan) pahala seperti orang itu, tanpa mengurangi pahala orang berpuasa sedikit pun juga”. (HR.Tirmizi, no. 807, Ibnu Majah, no. 1746, dinyatakan shahih oleh Al-Albany dalam shahih Tirmizi, no. 647).

Wallahu’alam .

http://arrahmahcom.wordpress.com
Read More ..

RAHASIA PUASA

Ketahuilah bahwa dalam puasa ada sesuatu yang khusus yang tidak ditemukan selain dalam puasa. Puasa mendekatkan hubungan kita kepada Allah SWT, sebagaimana telah Dia katakan:

“Puasa adalah untukku dan aku akan membalasnya.” [Shahih Bukhari dan Muslim]

Hubungan ini sudah cukup menunjukkan tingginya status berpuasa. Seperti halnya, Ka’bah dimuliakan karena dia untuk mendekatkan diri kepadaNya. Sebagaimana pernyataanNya:

“…dan sucikanlah rumahKu…” (QS Al Hajj, 22: 26)


Sungguh, puasa hanya memiliki nilai yang baik dalam dua konsep signifikan:

Pertama: Puasa itu adalah perbuatan rahasia dan tersembunyi selanjutnya tidak ada seorang pun dari mahkluk yang bisa melihatnya. Dengan demikian riya’ tidak bisa masuk ke dalamnya.

Kedua: Puasa adalah sebuah alat untuk menaklukan musuh-musuh Allah. Ini karena jalan yang ditempuh musuh-musuh Allah (untuk menyesatkan anak Adam) adalah dengan hawa nafsu. Makan dan minum itu menguatkan hawa nafsu.

Ada banyak riwayat yang mengindikasikan kebaikan puasa, dan semua telah dikenal dengan baik.

Sunnah-sunnah Puasa

Sahur dan mengakhirkannya adalah lebih baik, menyegerakan untuk berbuka puasa dan mengawalinya dengan memakan kurma.

Kedermawanan dalam memberikan juga sunnah pada saat Ramadhan sebagaimana melakukan perbuatan baik dan meningkatkan kebaikan. Ini sesuai dengan yang dilakukan Rasulullah SAW.

Kemudian disunnahkan mempelajari Al-Qur’an dan melakukan I’tikaf pada saat Ramadhan terutama pada 10 hari terakhir, sebagaimana kita meningkatkan pelaksanaan (perbuatan baik) di dalamnya.

Dalam dua Shahih, ‘Aisyah berkata:

“Pada saat 10 hari terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah akan mengencangkan ikat pinggangnya (izaar), menghabiskan malam dalam beribadah, dan membangunkan keluarganya (untuk Shalat).” [Shahih Bukhari dan Muslim]

Ulama telah menjelaskan dalam dua pandangan berkaitan dengan pengertian dari “mengencangkan ikat pinggangnya (izaar)”:

Pertama: Itu berarti menjauhkan diri dari wanita.

Kedua: itu adalah sebuah ungkapan yang menandakan motivasi yang kuat dari Rosulullah SAW untuk tekun dan kontinyu melaksanakan perbuatan baik.

Mereka juga mengatakan bahwa alasan untuk perbuatannya Rosulullah SAW dalam 10 malam terakhir dalam Ramadhan adalah karena beliau SAW mencari Lailatul Qadar.

Sebuah penjelasan rahasia dan karateristik puasa

Ada tiga tingkatan berpuasa: puasa umum, puasa khusus, dan puasa yang lebih khusus.

Sebagaimana untuk puasa umum, maka itu adalah menahan diri terhadap lapar, haus dan kemaluan dari memenuhi keinginan mereka.

Puasa khusus adalah menahan diri terhadap pandangan, lidah, tangan, kaki, mendengar dan mata, sebagaimana menghentikan badannya untuk melakukan perbuatan dosa.

Kemudian puasa lebih khusus, itu adalah mengosongkan diri dari kerinduannya kepada kepentingan-kepentingan dunia dan memikirkan mana yang menjauhkan seseorang dari Allah.

Dari karateristik spesifikasi yang terakhir adalah bahwa seseorang menundukkan pandangannya dan menjaga lisannya dari perkataan kotor yang terlarang, tidak disukai atau yang tidak bermanfaat, sebagaimana megendalikan ketenangan terhadap anggota tubuhnya.

Dalam sebuah hadits yang di riwayatkan oleh Al Bukhari:

“Siapa saja yang tidak meninggalkan perkataan buruk dan melakukannya, Allah memerlukan dirinya untuk meninggalkan makanan dan minumannya.”

[Shahih Al Bukhari, Abu Daud, At Tirmidzi dan Ibnu Majaah]

Karateristik lain dalan puasa khusus adalah bahwa seseorang tidak mengisi perutnya terlalu banyak dengan makanan pada saat malam. Sungguh, dia makan yang terukur, untuk kebutuhan, anak Adam tidak mengisi sebuah kapal lebih banyak dari pada perutnya.

Jika dia makan untuk memenuhinya pada saat bagian pertama malam, dia tidak akan berhasil memanfaatkan dirinya untuk beramal di sisa malam yang lain. Sebagaimana jika dia makan untuk memenuhi sahur, dia tidak akan berhasil memanfaatkan dirinya sampai sore (jika terlalu kenyang). Ini karena terlalu banyak makan mengakibatkan malas dan kelesuan. Selanjutnya, sasaran dari puasa adalah melenyapkan sifat berlebihan seseorang dalam makan, karena itu yang dimaksudkan dengan puasa, adalah bahwa rasa lapar seseorang kemudian menjadi sebuah keinginan dalam bentuk amal soleh.

Puasa Sunnah

Sebagaimana puasa Sunnah, maka ketahuilah bahwa pilihan untuk berpuasa dilakukan pada hari-hari tertentu. Sebagian dari puasa ini terjadi setiap tahun seperti berpuasa enam hari pada bulan Syawal setelah Ramadhan, puasa hari Arafah, puasa Aasyuraa, dan puasa hari kesepuluh Dzul Hijjah dan Muharram.

Sebagian dari puasa-puasa Sunnah terjadi di setiap bulan, seperti awal bulan, di tengah bulan, dan pada akhir bulan. Kemudian siapa saja yang berpuasa pada bagian pertama bulan, di tengah, ataupun di akhir bulan maka dia telah melaksanakan perbuatan baik.

Sebagian puasa dilakukan setiap minggu dan itu adalah setiap senin dan kamis.

Puasa Sunnah yang sangat dianjurkan adalah puasa Daud A.S. Dia akan melaksanakan puasa satu hari dan satu hari berbuka. Ini mencapai tiga sasaran berikut ini:

Jiwa yang diberikan bagiannya pada hari berbuka puasa. Dan pada hari berpuasa, itu benar-benar beribadah penuh.

Pada hari berbuka adalah hari bersyukur dan pada hari berpuasa adalah hari untuk bersabar. Iman terbagi menjadi dua bagian – syukur dan sabar. [Catatan: hadits dengan pernyataan yang sama tidak shahih, lihat Adh Dha’ifah: 625]

Itu adalah usaha yang sulit bagi tubuh. Ini karena setiap waktu jiwa mendapatkan suatu kondisi tertentu, yang mentransfer dirinya ke dalamnya.

Sebagaimana untuk puasa setiap hari, kemudian telah diriwayatkan oleh Imam Muslim, hadits dari Abu Qatadah, bahwa Umar R.A. bertanya kepada Rasulullah SAW:

‘Bagaimana jika seseorang berpuasa setiap hari?’ Kemudian Rasulullah SAW menjawab: “Dia tidak berpuasa tidak juga dia batalkan puasanya – atau – dia tidak berpuasa dan dia tidak membatalkan puasanya.” [HR Muslim]

Ini berkaitan dengan seseorang yang berpuasa terus menerus, bahkan pada saat dimana dilarang untuk berpuasa.

Karekteristik dari puasa yang paling khusus

Ketahuilah bahwa seseorang yang telah diberikan ilmu mengetahui tujuan di balik berpuasa. Selanjutnya dia membebankan dirinya pada tingkat dimana dia tidak akan bisa melakukan yang lebih bermanfaat daripada itu.

Ibnu Mas’ud berkata: ‘Pada saat aku berpuasa, aku bertambah lemas dalam shalatku. Aku lebih menyukai shalat daripada puasa (sunnah).’

Sebagian dari Shahabat menjadi lemah bacaan Qur’an-nya pada saat sedang berpuasa. Selanjutnya, mereka lebih membatalkan puasa mereka (yaitu dengan mengurangi puasa sunnah), sampai mereka bisa mengimbangi dengan membaca Al-Qur’an. Setiap orang banyak mengetahui tentang kondisi dan bagaimana memperbaikinya.

Wallahu’alam bis showab!

Imam Ibnu Qudaamah Al Maqdisi

Read More ..

Senin, Juli 20, 2009

Saudariku… Kuingin Meraih Surga Bersamamu

Penulis: Ummu Ziyad

Memakai jilbab, untuk saat ini dan di negara ini, bukanlah berarti sebuah pengilmuan akan agama. Dulu aku pernah beranggapan bahwa seorang yang memakai jilbab adalah orang yang akan berusaha mempertahankan jilbabnya disebabkan proses pemakaian jilbab itu sendiri membutuhkan pergulatan di hati yang membuncah-buncah dan penuh derai air mata. Tapi sayangnya, makin bertambah usiaku, maka berubah pula anggapan itu disebabkan berbagai kenyataan yang kutemui.

Aku baru menyadari ada sebagian wanita yang menggunakan jilbab hanya karena sekedar disuruh atau diwajibkan oleh orang tua, tempat belajar atau tempatnya bekerja. Jika telah keluar dari ‘aturan’ itu, maka lepas pula jilbab yang menutupi kepalanya. Mungkin karena itulah kain-kain itu tidak menutup secara benar kepala dan dada mereka.

Sebagian lagi, memakai jilbab karena pada saat itu, jilbab terasa pas untuk dipakai dan lebih menimbulkan kesan ‘gaya’ dan kereligiusan agama. Apalagi jika diberi pernak-pernik di sana-sini. Jilbab yang seharusnya menutup keindahan wanita tersebut malah justru menambah keindahan itu sendiri. Ditambah lagi kesan agamis yang terasa nyaman di hati.


Aku juga pernah berpikir dan bertanya-tanya, bahwa orang-orang memakai cadar dan berjilbab lebar apakah tidak kepanasan dengan seluruh atributnya? Apakah tidak repot jika hendak keluar dimana mereka harus memakai seluruh kain panjang tersebut? Mulai dari baju, jilbab yang lebar, masih harus ditambah memakai kaus kaki! Ah! Dan di balik jilbab itu, ternyata masih ada jilbab lagi! Dan… apakah mereka bisa melihat dari balik cadar yang menutup matanya?

Untuk yang satu ini, waktu tidak cukup untuk menjawab semua pertanyaan itu. Karena butuh pengetahuan lain yang merasuk ke dalam hati untuk mendapatkan jawabannya. Pengetahuan akan indahnya Islam dengan segala pengaturan yang diberikan oleh Allah. Pengetahuan akan surga yang begitu indah dan damai dengan segala kenikmatannya. Pengetahuan bahwa surga tidak akan tercium oleh wanita yang mengumbar-umbar aurat di depan khalayak. Pengetahuan bahwa penghuni neraka yang paling banyak adalah wanita. Ternyata kerepotan itu bukanlah kerepotan, melainkan sebuah usaha. Usaha dari seorang wanita muslimah untuk menggapai surga-Nya. Untuk bersanding dengan suaminya ditemani dengan bidadari cantik lainnya. Panas dari jilbab itu bukanlah rasa panas yang menyesakkan pikiran dan dada. Akan tetapi hanya sepercik penguji jiwa yang dapat meluruhkan dosa-dosa kecil dari seorang insan wanita. Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa setiap kesusahan yang dialami muslim merupakan peluruh bagi dosa-dosanya.

Maka… hatiku kini pedih… Ketika kemarin melihat saudariku yang lain, seiring dengan berjalannya waktu, kini telah membuka jilbabnya. Sempat kutanyakan, “Di mana jilbabnya?”

Ia menjawab, “Tidak sempat kupakai.”

Aih… waktu kutanyakan itu, memang pada saat dimana orang-orang sibuk menyelamatkan dirinya dikarenakan bencana alam. Aku hanya terdiam mendengar jawaban itu. Ah… mungkin karena sangat terkejutnya sehingga tidak sempat berbalik lagi untuk mengambil jilbab.

Tapi hari ini… kutemukan dia sudah menanggalkan jilbabnya. Bahkan tak tersisa sedikitpun jejak bahwa ia pernah memakai jilbab. Kini ia telah bercelana pendek dengan pakaian yang pendek pula. Sesak rasanya dada ini. Tetapi belum ada daya dari diriku untuk bertanya lagi tentang sebuah kain yang menutupi kepala dan dadanya. Masih tersisa di benakku, jika seseorang yang menggunakan jilbab melepas jilbabnya… maka habislah sudah… karena perenungan dan pergulatan hati itu kini telah dikalahkan oleh hawa nafsu. Perenungan yang pernah mendapatkan kemenangan dengan dikenakannya jilbab itu kini justru bahkan tak mau diingat. Hanya kepada Allah-lah aku mengadu dan memohonkan hidayah itu agar tetap ada bersamaku dan kembali ditunjukkan kepadanya.

Saudariku… kuingin meraih surga bersamamu. Maka, saat ini aku hanya bisa berdoa. Semoga kita bertemu di surga kelak…

http://muslimah.or.id
Read More ..

Saudariku… Kuingin Meraih Surga Bersamamu

Penulis: Ummu Ziyad

Memakai jilbab, untuk saat ini dan di negara ini, bukanlah berarti sebuah pengilmuan akan agama. Dulu aku pernah beranggapan bahwa seorang yang memakai jilbab adalah orang yang akan berusaha mempertahankan jilbabnya disebabkan proses pemakaian jilbab itu sendiri membutuhkan pergulatan di hati yang membuncah-buncah dan penuh derai air mata. Tapi sayangnya, makin bertambah usiaku, maka berubah pula anggapan itu disebabkan berbagai kenyataan yang kutemui.

Aku baru menyadari ada sebagian wanita yang menggunakan jilbab hanya karena sekedar disuruh atau diwajibkan oleh orang tua, tempat belajar atau tempatnya bekerja. Jika telah keluar dari ‘aturan’ itu, maka lepas pula jilbab yang menutupi kepalanya. Mungkin karena itulah kain-kain itu tidak menutup secara benar kepala dan dada mereka.

Sebagian lagi, memakai jilbab karena pada saat itu, jilbab terasa pas untuk dipakai dan lebih menimbulkan kesan ‘gaya’ dan kereligiusan agama. Apalagi jika diberi pernak-pernik di sana-sini. Jilbab yang seharusnya menutup keindahan wanita tersebut malah justru menambah keindahan itu sendiri. Ditambah lagi kesan agamis yang terasa nyaman di hati.


Aku juga pernah berpikir dan bertanya-tanya, bahwa orang-orang memakai cadar dan berjilbab lebar apakah tidak kepanasan dengan seluruh atributnya? Apakah tidak repot jika hendak keluar dimana mereka harus memakai seluruh kain panjang tersebut? Mulai dari baju, jilbab yang lebar, masih harus ditambah memakai kaus kaki! Ah! Dan di balik jilbab itu, ternyata masih ada jilbab lagi! Dan… apakah mereka bisa melihat dari balik cadar yang menutup matanya?

Untuk yang satu ini, waktu tidak cukup untuk menjawab semua pertanyaan itu. Karena butuh pengetahuan lain yang merasuk ke dalam hati untuk mendapatkan jawabannya. Pengetahuan akan indahnya Islam dengan segala pengaturan yang diberikan oleh Allah. Pengetahuan akan surga yang begitu indah dan damai dengan segala kenikmatannya. Pengetahuan bahwa surga tidak akan tercium oleh wanita yang mengumbar-umbar aurat di depan khalayak. Pengetahuan bahwa penghuni neraka yang paling banyak adalah wanita. Ternyata kerepotan itu bukanlah kerepotan, melainkan sebuah usaha. Usaha dari seorang wanita muslimah untuk menggapai surga-Nya. Untuk bersanding dengan suaminya ditemani dengan bidadari cantik lainnya. Panas dari jilbab itu bukanlah rasa panas yang menyesakkan pikiran dan dada. Akan tetapi hanya sepercik penguji jiwa yang dapat meluruhkan dosa-dosa kecil dari seorang insan wanita. Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa setiap kesusahan yang dialami muslim merupakan peluruh bagi dosa-dosanya.

Maka… hatiku kini pedih… Ketika kemarin melihat saudariku yang lain, seiring dengan berjalannya waktu, kini telah membuka jilbabnya. Sempat kutanyakan, “Di mana jilbabnya?”

Ia menjawab, “Tidak sempat kupakai.”

Aih… waktu kutanyakan itu, memang pada saat dimana orang-orang sibuk menyelamatkan dirinya dikarenakan bencana alam. Aku hanya terdiam mendengar jawaban itu. Ah… mungkin karena sangat terkejutnya sehingga tidak sempat berbalik lagi untuk mengambil jilbab.

Tapi hari ini… kutemukan dia sudah menanggalkan jilbabnya. Bahkan tak tersisa sedikitpun jejak bahwa ia pernah memakai jilbab. Kini ia telah bercelana pendek dengan pakaian yang pendek pula. Sesak rasanya dada ini. Tetapi belum ada daya dari diriku untuk bertanya lagi tentang sebuah kain yang menutupi kepala dan dadanya. Masih tersisa di benakku, jika seseorang yang menggunakan jilbab melepas jilbabnya… maka habislah sudah… karena perenungan dan pergulatan hati itu kini telah dikalahkan oleh hawa nafsu. Perenungan yang pernah mendapatkan kemenangan dengan dikenakannya jilbab itu kini justru bahkan tak mau diingat. Hanya kepada Allah-lah aku mengadu dan memohonkan hidayah itu agar tetap ada bersamaku dan kembali ditunjukkan kepadanya.

Saudariku… kuingin meraih surga bersamamu. Maka, saat ini aku hanya bisa berdoa. Semoga kita bertemu di surga kelak…

http://muslimah.or.id
Read More ..

Surat Cinta untuk Saudariku (2)

Penulis: Ummu Sa’id
Muroja’ah: Ustadz Subkhan Khadafi

Wahai saudariku,
Kembalilah!
Kembalilah dalam ketaatan sebelum terlambat!
Kematian bisa datang kapan saja.
Bukankah kita ingin meninggal dalam ketaatan?
Bukankah kita tidak ingin meninggal dalam keadaan bermaksiat?
Bukankah kita mengetahui bahwa Allah mengharamkan bau surga bagi wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang?
Berpakaian tapi tidak sesuai dengan syariat maka itu hakekatnya berpakaian tetapi telanjang!
Tidakkah kita rindu dengan surga?
Bagaimana bisa masuk jika mencium baunya saja tidak bisa?

Saudariku,
Apalagi yang menghalangi kita dari syari’at yang mulia ini?
Kesenangan apa yang kita dapat dengan keluar dari syari’at ini?
Kesenangan yang kita dapat hanya bagian dari kesenangan dunia.
Lalu apalah artinya kesenangan itu jika tebusannya adalah diharamkannya surga (bahkan baunya) untuk kita?
Duhai…
Apa yang hendak kita cari dari kampung dunia?
Apalah artinya jika dibanding dengan kampung akhirat?
Mana yang hendak kita cari?

Kita memohon pada Allah Subhanahu wa Ta’ala
Semoga Allah menjadikan hati kita tunduk dan patuh pada apa yang Allah syariatkan. Dan bersegera padanya…


Saudariku,
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mensyariatkan kepada para muslimah untuk menutup tubuh mereka dengan jilbab.
Lalu jilbab seperti apa yang Allah maksudkan?
Jilbab kan modelnya banyak…
*Semoga Allah memberi hidayah padaku dan pada kalian untuk berada di atas ketaatan dan istiqomah diatasnya*
Iya, saudariku.
Sangat penting bagi kita untuk mengetahui jilbab seperti apa yang Allah maksudkan dalam perintah tersebut supaya kita tidak salah sangka.
Sebagaimana kita ingin melakukan sholat subuh seperti apa yang Allah maksud, tentunya kita juga ingin berjilbab seperti yang Allah maksud.

“Ya… terserah saya! Mau sholat subuh dua rokaat atau tiga rokaat yang penting kan saya sholat subuh!”

“Ya… terserah saya! Mau pake jilbab model apa, yang penting kan saya pake jilbab!”

Mmm…
Tidak seperti ini kan?

Pembahasan mengenai hal ini ada sebuah buku yang bagus untuk dijadikan rurukan karena di dalamnya memuat dalil-dalil yang kuat dari Al Quran dan As Sunnah, yaitu Jilbab al Mar’ah al Muslimah fil Kitabi wa Sunnah yang ditulis oleh Muhammad Nasiruddin Al Albani. Buku ini telah banyak diterjemahkan dengan judul Jilbab Wanita Muslimah.

Adapun secara ringkas, jilbab wanita muslimah mempunyai beberapa persyaratan, yaitu:

1. Menutup seluruh badan

Adapun wajah dan telapak tangan maka para ulama berselisih pendapat. Sebagian ulama menyatakan wajib untuk ditutup dan sebagian lagi sunnah jika ditutup. Syekh Muhammad Nasiruddin Al Albani dalam buku di atas mengambil pendapat sunnah. Masing-masing pendapat berpijak pada dalil sehingga kita harus bisa bersikap bijak. Yang mengambil pendapat sunnah maka tidak selayaknya memandang saudara kita yang mengambil pendapat wajib sebagai orang yang ekstrim, berlebih-lebihan atau sok-sokan karena pendapat mereka berpijak pada dalil. Adapun yang mengambil pendapat wajib maka tidak selayaknya pula memandang saudara kita yang mengambil pendapat sunnah sebagai orang yang bersikap meremehkan dan menyepelekan sehingga meragukan kesungguhan mereka dalam bertakwa dan berittiba’ (mengikuti) sunnah nabi. Pendapat mereka juga berpijak pada dalil.

*Semoga Allah menjadikan hati-hati kita bersatu dan bersih dari sifat dengki, hasad, dan merasa lebih baik dari orang lain*

2. Bukan berfungsi sebagai perhiasan

3. Kainnya harus tebal dan tidak tipis

4. Harus longgar, tidak ketat, sehingga tidak dapat menggambarkan bentuk tubuh

5. Tidak diberi wewangian atau parfum

6. Tidak menyerupai pakaian laki-laki

7. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir

8. Bukan libas syuhrah (pakaian untuk mencari popularitas)

“BERAT!
Rambutku kan bagus! Kenapa harus ditutup?
Lagi pula kalau ditutup bisa pengap, nanti kalau jadi rontok gimana?”

“RIWEH!
Harus pakai kaus kaki terus.
Kaus kaki kan cepet kotor, males nyucinya!”

“Baju yang kaya laki-laki ini kan baju kesayanganku! Ini style ku! Kalau pake rok jadi kaya orang lain. I want to be my self! Kalau pakai bajunya cewek RIBET! Gak praktis dan gak bisa leluasa!”

Saudariku,
Sesungguhnya setan tidak akan membiarkan begitu saja ketika kita hendak melakukan ketaatan kecuali dia akan membisikkan kepada kita ketakutan dan keragu-raguan sehingga kita mengurungkan niat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya:

“Iblis menjawab: Karena Engkau telah menjadikanku tersesat, maka aku benar-benar akan menghalang-halangi mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka, belakang, dari kanan, dan dari kiri mereka, sehingga Engkau akan mendapati kebanyakan mereka tidak bersyukur.” (Qs. Al A’raf: 16-17)

Ibnu Qoyyim berkata “Apabila seseorang melakukan ketaatan kepada Allah, maka setan akan berusaha melemahkan semangatnya, merintangi, memalingkan, dan membuat dia menunda-nunda melaksanakan ketaatan tersebut. Apabila seorang melakukan kemaksiatan, maka setan akan membantu dan memanjangkan angan dan keinginannya.”

Mungkin setan membisikkan
“Dengan memakai jilbab, maka engkau tidak lagi terlihat cantik!”

Sebentar!
Apa definisi cantik yang dimaksud?
Apa dengan dikatakan “wah…”, banyak pengagum dan banyak yang nggodain ketika kita jalan maka itu dikatakan cantik?
Sungguh!
Kecantikan iman itu mengalahkan kecantikan fisik.
Mari kita lihat bagaimana istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shohabiyah!
Apa yang menyebabkan mereka menduduki tempat yang mulia?
Bukan karena penampilan dan kecantikan, tetapi karena apa yang ada di dalam dada-dada mereka.
Tidakkah kita ingin berhias sebagaimana mereka berhias?
Sibuk menghiasi diri dengan iman dan amal sholeh.
Wahai saudariku,
Seandainya fisik adalah segala-galanya, tentu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan memilih wanta-wanita yang muda belia untuk beliau jadikan istri. Namun kenyataannya, istri-istri nabi adalah janda kecuali Aisyah radhiyallahu ‘anha.

Atau… mungkin setan membisikkan
“Dengan jilbab akan terasa panas dan gerah!”

Wahai saudariku,
Panasnya dunia tidak sebanding dengan panasnya api neraka.
Bersabar terhadapnya jauh lebih mudah dari pada bersabar terhadap panasnya neraka.
Tidakkah kita takut pada panasnya api neraka yang dapat membakar kulit kita?
Kulit yang kita khawatirkan tentang jerawatnya, tentang komedonya, tentang hitamnya, tentang tidak halusnya?
Wahai saudariku,
Ketahuilah bahwa ketaatan kepada Allah akan mendatangkan kesejukan di hati. Jika hati sudah merasa sejuk, apalah arti beberapa tetes keringat yang ada di dahi.
Tidak akan merasa kepanasan karena apa yang dirasakan di hati mengalahkan apa yang dialami oleh badan.

Kita memohon pada Allah Subhanahu wa Ta’ala
Semoga Allah memudahkan nafsu kita untuk tunduk dan patuh kepada syariat.

“Riweh pake kaus kaki.”
“Ribet pake baju cewek.”
“Panas! Gerah!”

Saudariku…
Semoga Allah memudahkan kita untuk melaksanakan apa yang Allah perintahkan meski nafsu kita membencinya.
Setiap ketaatan yang kita lakukan dengan ikhlas, tidak akan pernah sia-sia. Allah akan membalasnya dan ini adalah janji Allah dan janji-Nya adalah haq.

“Celana bermerk kesayanganku bagaimana?”
“Baju sempit itu?”
“Minyak wangiku?”

Saudariku…
Semoga Allah memudahkan kita untuk meninggalkan apa saja yang Allah larang meski nafsu kita menyukainya.
Barang siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik.

Semoga Allah memudahkan kita untuk bersegera dalam ketaatan,
Meneladani para shohabiyah ketika syariat ini turun, mereka tidak berfikir panjang untuk segera menutup tubuh mereka dengan kain yang ada.

Saudariku,
Jadi bukan melulu soal penampilan!
Bahkan memamerkan dengan menerjang aturan Robb yang telah menciptakan kita.
Tetapi…
Mari kita sibukkan diri berhias dengan kecantikan iman.
Berhias dengan ilmu dan amal sholeh,
Berhias dengan akhlak yang mulia.
Hiasi diri kita dengan rasa malu!
Tutupi aurat kita!
Jangan pamerkan!
Jagalah sebagaimana kita menjaga barang berharga yang sangat kita sayangi.
Simpanlah kecantikannya,
Simpan supaya tidak sembarang orang bisa menikmatinya!
Simpan untuk suami saja,
Niscaya ini akan menjadi kado yang sangat istimewa untuknya.

Saudariku,
Peringatan itu hanya bermanfaat bagi orang yang mau mengikuti peringatan dan takut pada Allah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya,

“Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan takut kepada Robb Yang Maha Pemurah walau dia tidak melihat-Nya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.” (QS. Yasin: 11)

Kita memohon pada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Semoga Allah memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang yang mau mengikuti peringatan,
Semoga Allah memasukkan kita kedalam golongan orang-orang yang takut pada Robb Yang Maha Pemurah walau kita tidak melihat-Nya,
Semoga Allah memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang yang mendapat kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.

Kita berlindung pada Allah dari hati yang keras dan tidak mau mengikuti peringatan. Kita berlindung pada Allah, Semoga kita tidak termasuk dalam orang-orang yang Allah firmankan dalam QS. Yasin: 10 (yang artinya):

“Sama saja bagi mereka apakah kami memberi peringatan kepada mereka ataukah kami tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman.” (QS. Yasin: 10)

***

Artikel www.muslimah.or.id

Read More ..

Surat Cinta untuk Saudariku

Penulis: Ummu Sa’id
Muroja’ah: Ustadz Subkhan Khadafi

Tulisan ini bermula dari rasa gembiraku ketika seorang yang biasa kupanggil adek mulai bersemangat memakai kaus kaki untuk menutupi aurat, sebagaimana halnya rasa gembira ketika dulu dia bercerita tentang jilbab yang tebal dan juga tentang rok.

“Mmm… yang dulu suka panjat tali sekarang mulai demen sama rok…”

Semoga niatan ini bukan api yang membara di awal lalu kemudian padam. Semoga dengan tekad yang kuat dan kesungguhan, Allah memudahkan untuk istiqomah dan terus memperbaiki diri.

Saudariku,
Sungguh nikmat yang besar, Allah telah menjadikan kita bersaudara di atas ikatan iman.

Semoga Allah menjadikan kita sebagai saudara yang saling menyayangi di atas ikatan tersebut.


Saudara yang menghendaki kebaikan satu sama lainnya.

Saudara yang tidak menginginkan ada keburukan pada satu sama lainnya.

Bersama rasa cintaku aku membuat tulisan ini…
Semoga Allah mendatangkan manfaat, menjadikannya bekal untuk dunia dan simpanan untuk akhirat.

Saudariku,
Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Robb yang telah menciptakan kita dari setetes mani,
Robb yang juga telah menciptakan ibu kita, bapak kita, dan orang-orang yang kita sayangi,
Robb yang telah memberi rizki pada kita sampai kita sebesar ini,
Robb yang telah memberi hidayah Islam -sebuah nikmat yang sangat besar yang tidak ada nikmat yang lebih besar dari nikmat ini-
Robb yang telah memberi kita banyak sekali nikmat,
Robb yang telah menjanjikan surga bagi hamba-Nya yang taat,
Robb yang juga telah mengancam dengan neraka bagi yang enggan untuk taat,
Robb yang janji-Nya haq, yang tidak pernah menyalahi janji,
Sesungguhnya Dia Subhanahu wa Ta’ala telah mensyariatkan kepada para muslimah untuk menutup tubuh mereka dengan jilbab.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Surat Al-Ahzab ayat 59 yang artinya,

“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda yang artinya,

“Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakaian namun (hakekatnya) telanjang. Di atas kepala mereka seperti terdapat punuk unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka itu adalah kaum wanita yang terkutuk.”

Di dalam hadis lain terdapat tambahan:

“Mereka tidak akan masuk surga dan juga tidak akan memperoleh baunya, padahal baunya surga itu dapat dicium dari perjalanan (jarak) sekian dan sekian.” (Dikeluarkan oleh At-Thabrani dalam Al-Mu’jam As-Shaghir hal. 232, dari hadits Ibnu Amru dengan sanad shahih. Sedangkan hadits yang lain tersebut dikeluarkan oleh muslim dari riwayat Abu Hurairah)

Saudariku,
Masih akrab dalam pandangan kita, saudari-saudari kita keluar rumah dengan membuka auratnya. Beberapa diantaranya sangat “memperhatikan” penampilannya.
Mulai dari merk baju yang berkelas, model yang up to date,
Bahkan diantaranya kita lihat baju yang sempit dan serba pendek,
celana yang juga serba pas-pasan,
rambut direbounding,
alis yang “dirapikan”,
lipstik tipis warna pink,
minyak wangi yang mmmm…
*mungkin karena belum tahu*

Saudariku,
Apa yang kita dapat dari semua ini?
“cantik”?
“aduhai”?
“modis”?
“gaul”?
“tidak ketinggalan jaman”?
atau mungkin sekedar untuk bisa percaya diri ketika keluar rumah dan berhadapan dengan orang-orang?

Memang banyak yang akan melihat “WAH” pada wanita yang berpenampilan seperti ini sehingga menyebabkan beberapa di antara kita tertipu dan bahkan berlomba untuk menjadi yang “terhebat” dalam masalah ini.

Tetapi saudariku,
Saya ingin mengajak kita untuk menjadi seorang muslimah yang sejati!
Tidak perlu kita tiru mereka yang berbangga diri dengan apa yang mereka pamerkan dari tubuh dan kecantikan mereka.
Tidak perlu kita tiru mereka yang berbangga diri dengan merk yang ada pada baju-baju mereka.
Sungguh! Kain sepuluh ribu per meter dari Pasar Bering lebih mulia jika kita memakainya dalam rangka ketaatan pada Allah,
Robb yang telah menciptakan kita,
Robb yang telah mensyariatkan jilbab untuk kita.
Duhai…
Pakaian mana yang lebih mulia dari pakaian ketaqwaan?

Adalah nikmat yang besar ketika kita masuk Islam.
Seseorang dinilai bukan lagi dari tulisan (baca: merk) apa yang tertempel di bajunya, atau dari seberapa mancung hidungnya, seberapa cantik wajahnya, seberapa elok parasnya, seberapa anggun bersoleknya.
Tapi seseorang dinilai dari apa yang ada dalam hatinya, apa yang diucap oleh lisannya, dan apa yang diperbuat oleh badannya.
Ya!
Seseorang dinilai dari ketaqwaannya.
Jadi tidak perlu lagi kita bersibuk-sibuk untuk pamerkan kebolehan tubuh dan kecantikan.

Saudariku,
Tidakkah kita melihat jajanan yang ada di emperan?
Terbungkus dengan ala kadarnya,
semua orang bisa menjamahnya,
atau bahkan mencicipinya.
Bahkan seringkali yang mencicipi adalah orang iseng yang tidak benar-benar bermaksud untuk membeli. Setelah mencicipinya, dia letakkan kembali kemudian dia tinggal pergi.
Bukan hanya orang iseng, bahkan lalat-lalat pun mengerumuninya.
Berbeda dengan makanan berkualitas yang terbungkus rapi dan tersegel.
Terjaga dan tidak tersentuh tangan-tangan iseng.

Di antara keduanya, kita lebih memilih yang mana?
Tentu yang kedua.
Jika untuk makanan saja demikian, maka lebih-lebih lagi kita memilih untuk diri kita sendiri.

Saudariku,
Demikian juga keadaannya seorang lelaki yang baik-baik.
Dia akan memilih wanita yang menjaga kehormatannya,
yang kecantikannya tidak dia pamerkan.
Tidak dia biarkan dinikmati oleh banyak orang.
Yang demikian adalah karena wanita yang menjaga auratnya lebih mulia dari pada wanita yang memamerkan auratnya.

Wahai saudariku,
Bahkan lelaki yang sholeh berlindung pada Allah dari godaan kita.
Wanita adalah godaan yang besar bagi lelaki.
Pada umumnya lelaki itu lemah terhadap godaan wanita.
Maka sebagai wanita, jangan malah kita menggodanya!
Tetapi kita bantu mereka untuk bisa menjaga pandangan dan menjauh dari maksiat.
Sukakah kita jika kita menjadi sebab pemuda-pemuda tergelincir dalam kemaksiatan?
Menjadi penyebar fitnah dan perusak generasi?

Saudariku yang aku cintai,
Berat hati ini melihat hal seperti ini terjadi pada saudari kita…
Allah telah memuliakan kita dengan mensyari’atkan jilbab untuk kita, namun kenapa malah menghinakan diri dengan membiarkan aurat terbuka? Secara tidak langsung, ini berarti membiarkan diri menjadi objek pemuas syahwat yang bisa dinikmati sembarang orang.

Allah telah memuliakan kita dengan mensyariatkan jilbab untuk kita, namun kenapa malah menghinakan diri dengan keluar dari ketaatan?


***

Artikel www.muslimah.or.id

Read More ..

Sabtu, Juli 18, 2009

MENDIDIK ANAK

1.Jangan pernah menganggap anak bodoh atau tak tahu apa-apa
Berbeda dengan anggapan banyak orang dewasa ini, anak yang paling kecil sekalipun sebenarnya sudah menyerap banyak hal dari lingkungannya. Ia melihat, merasakan, mendengar dan memikirkan (meski masih dalam kapasitas yang terbatas). Kadang-kadang bahkan dengan kepekaan yarg luar biasa. Expect more they'll give you more.

2.Hati-hati dengan kemampuan orang tua menghipnotis anak
Prinsip programming komputer garbage in garbage out (sampah yang masuk, sampah yang keluar), benar--benar terbukti dalam pendidikan anak. Kalau orang tua ingin memperoleh output yang berkualitas, masukkanlah bahan-bahan mentah yäng baik. Pujian, penghargaan, kata-kata manis, omelan yang proporsional dan tidak rnerendahkan harga diri anak; semuanya menentukan output itu. Sebaliknya, celaan dan hinaan akan menghipnotis anak bahwa dirinya tak berharga sampai ia dewasa.


3.Dibutuhkan kelenturan dan fleksibilitas
Kadang-kadang, orang tua perlu menjadi 'pelindung dan pahlawan', kadang-kadang sebagai teman dan sahabat, dan pada waktunya nanti sebagai seorang ayah/ibu yang realistis menerima berbagai kondisi dan keterbatasan. Tentu dibutuhkan kepekaan untuk itu. Misalnya pada saat sulit, orang tua justru berhenti bersikap sebagai sahabat dan lebih bertindak sebagai pelindung. Sesudah konfrontasi atau krisis, tidak peduli berapapun usianya, anak membutuhkan suasana terlindungi. Ia, dan juga kita, membutuhkan 'ruang', yang lebih tenang; kita bisa memberinya dengan bersikap sebagai pelindung. Misalnya, dengan berbicara tenang, pandang mata anak. Jangan hujani dengan terlalu banyak pertanyaan.
Syukur alhamdulillah, kebanyakan orang tua sebenamya sudah dibekali naluri untuk bertindak peka seperti ini, meski semata-mata mengandalkan naluri pun tak terlalu tepat.

4.Semaksimal mungkin menyediakan tiga unsur penting komunikasi yakni; waktu, sentuhan dan bicara
Tiga faktor utama inilah yang menentukan apakah komuniksi orang tua dan anak akan sehat, apakah anak akan tumbuh kembang normal dan sehat serta siap memasuki dunia luas. Apakah ia akan tumbuh menjadi anak yang penuh percaya diri dan siap menghadapi tantangan, atau anak penakut dan rendah diri. Bahkan ayah/ibu yang sangat sibuk pun sebenarnya bisa tetap menyediakan waktu yang cukup bagi anak mereka. Ada teknik-teknik untuk itu; misalnya, dengan memberi anak beberapa menit perhatian yang tak terbagi dalam sehari.

Semua orang memiliki yang disebut skin hunger for langer; rasa lapar akan sentuhan. Tak perduli berapa usia kita, kita membutuhkan kasih sayang yang diwujudkan dengan sentuhan. Ini bisa berarti, cubit sayang, gelitikan, gulat atau ciuman. Selama masih bisa, sebanyak-banyaknya sentuhan itu pada anak; tidak akan lama lagi mereka sudah akan merasa malu dicium oleh ayah/ibu mereka. Namun, jangan berhenti karena mereka malu dicium; sentuh dengan cara lain, misalnya meragkul bahu atau menggelitik. Pada dasarnya, mereka tetap membutuhkannya. Akan halnya bicara, banyak hal yang bisa diperhatikan. Misalnya saja, orang tua dapat berbicara pada anak lewat mendongeng, bacaan ayat suci, nyanyian, 'goda-menggoda, humor dan lelucon. Berbicara adalah juga mendengar dengan baik dan peka; membaca raut muka serta pengungkapan isi hati. Berbicara adalah memuji, mengomeli, sesekali mengancam, menyatakan cinta, menyatakan kesedihan dan kekecewaan. Berbicara adalah menghargai pendapat anak, memintanya menghargai pendapat orang lain. Berbicara bicara serius, ringan ataupun sambil lalu.

5.Menggunakan kreativitas
Tidak semua ketrampilan dan pengetahuan bisa diperoleh seketika. Karena itu dibutuhkan keberanian mencoba dan kreativitas. Dua factor bantu orang tua menghadapi berbagai tantangan yang mungkin tak bias dicegah, seperti godaan dari luar rumah. Contoh ketika seorang ibu terpaksa mengambil keputusan pindah dari lingkungan yang sekarang, karena dirasa tak lagi aman bagi perkembangan anak-anaknya.

Bagaimana bila orang tua merasa 'terlanjur' salah dalam berkomunikasi dengan anak? Alhamdulillah, Allah Ta'ala melengkapi manusia dengan kemampuan melupakan suatu pengalaman buruk dan bangkit kembali dari kegagalannya. Karena itu, selamat mencoba resep berkomunikasi dengan anak ini. Semoga Allah memudahkan langkah kita semua.

Dikutip dari Makalah Shanti W.E. Soekanto pada Seminar Sehari Komunikasi Efektif Orang Tua dan Anak.
Majalah Ishlah no 3/Th II, April 1994
Read More ..

PUISI PENYESALAN

Perlahan, tubuhku ditutupi tanah,
perlahan, semua pergi meninggalkanku,
masih terdengar jelas langkah-langkah terakhir mereka,
aku sendirian, di tempat gelap yang tak pernah terbayang,
sendiri, menunggu keputusan...

Istri, belahan hati, belahan jiwa pun pergi,
Anak, yang di tubuhnya darahku mengalir, tak juga tinggal,
Apalah lagi sekedar tangan kanan, kawan dekat, rekan bisnis, atau orang-orang lain,
Aku bukan siapa-siapa lagi bagi mereka.


Istriku menangis, sangat pedih, aku pun demikian,
Anakku menangis, tak kalah sedih, dan aku juga,
Tangan kananku menghibur mereka,
kawan dekatku berkirim bunga dan ucapan,
tetapi aku tetap sendiri,
disini, menunggu perhitungan ...

Menyesal sudah tak mungkin,
Tobat tak lagi dianggap,
dan ma'af pun tak bakal didengar,
aku benar-benar harus sendiri...

Tuhanku, (entah dari mana kekuatan itu datang, setelah sekian lama aku tak lagi dekat dengan-Nya),
jika Kau beri aku satu lagi kesempatan,
jika Kau pinjamkan lagi beberapa hari milik-Mu,
beberapa hari saja...
Aku akan berkeliling, memohon ma'af pada mereka,
yang selama ini telah merasakan zalimku,
yang selama ini sengsara karena aku,
yang tertindas dalam kuasaku,
yang selama ini telah aku sakiti hatinya
yang selama ini telah aku bohongi
Aku harus kembalikan, semua harta kotor ini,
yang kukumpulkan dengan wajah gembira,
yang kukuras dari sumber yang tak jelas,
yang kumakan, bahkan yang kutelan.
Aku harus tuntaskan janji-janji palsu yg sering ku umbar dulu.

Dan Tuhan,
beri lagi aku beberapa hari milik-Mu,
untuk berbakti kepada ayah dan ibu tercinta,
teringat kata-kata kasar dan keras yang menyakitkan hati mereka,
maafkan aku ayah dan ibu,
mengapa tak kusadari betapa besar kasih sayangmu ...

beri juga aku waktu,
untuk berkumpul dengan istri dan anakku,
untuk sungguh-sungguh beramal soleh,
Aku sungguh ingin bersujud dihadapan-Mu,
bersama mereka ...

begitu sesal diri ini,
karena hari-hari telah berlalu tanpa makna penuh kesia-siaan,
kesenangan yang pernah kuraih dulu,
tak ada artinya sama sekali ...

mengapa ku sia-siakan saja,
waktu hidup yang hanya sekali itu,
andai ku bisa putar ulang waktu itu ...

Aku dimakamkan hari ini,
dan semua menjadi tak terma'afkan,
dan semua menjadi terlambat,
dan aku harus sendiri,
untuk waktu yang tak terbayangkan ...

( Riza P.N )
Read More ..

Jumat, Juli 10, 2009

Sentuhan Fiqih Untuk Wanita Beriman

KEDUDUKAN WANITA PADA MASA SEBELUM DATANGNYA ISLAM

Yang dimaksud dengan masa sebelum datangnya Islam adalah masa jahiliyah yang dialami oleh Bangsa Arab Kuno khususnya dan umat manusia di kala itu pada umumnya. Suatu masa yang saat itu manusia di masa kekosongan dari dakwah para rasul dan rusaknya garis-garis kehidupan. Di dalam hadits tertera, bahwa Allah di kala itu memandang segenap manusia, Arab dan non Arab, dengan penuh kemurkaan. Kecuali
segelintir generasi tersisa dari Ahlu-l-Kitab.Secara umum, wanita di waktu itu hidup dalammasa yang serba rumit, terutama di lingkungan masyarakat Arab. Mereka tidak menghendaki kelahiran wanita. Di antara mereka ada yang mengubur wanita hidup-hidup hingga mati di kalang tanah, dan di antara mereka ada yang membiarkannya hidup, namun dalam kehidupan
yang hina dan nista.

Dalam hal ini Allah berfirman :

“Dan apabila seseorang di antara mereka dikarunia (kelahiran) anak perempuan, murunglah wajahnya dan ia sangat jengkel penuh kemarahan. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, lantaran buruknya apa yang diterimanya. Adakah ia akan memeliharanya dengan menanggung kenistaan, ataukah akan menguburkannya (hiduphidup) ke dalam tanah? Ketahuilah, betapaburuknya apa yang mereka tetapkan itu.”
(QS. An-Nahl: 58-59).


Allah berfirman:

“Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hiduphidup ditanya, karena dosa apakah ia dibunuh.(QS. At-Takwir: 8-9).

Sebaliknya, jika wanita itu selamat dari penguburan terhadap dirinya hidup-hidup, ia pun hidup tanpa dihargai eksistensinya. Ia tidak mendapatkan sedikit pun bagian harta pusaka dari kerabatnya, meskipun kerabatnya itu kaya sedang ia dililit kefakiran dan dihimpit kebutuhan. Karena, mereka hanya memberikan harta waris kepada lelaki, bukan kepada perempuan. Bahkan, jika suaminya meninggal, wanita itu pun dianggap sebagai harta yang dapat diwarisi sebagaimana harta suaminya. Sejumlah wanita hidup di tangan satu orang suami, di mana ia tidak terikat oleh bilangan tertentu dalam mempersunting wanita, disamping ia acuh terhadap keluh kesah,
ketidaknyamanan hidup dan ketertindasan yang direguk oleh isteri-isteri itu.

KEDUDUKAN WANITA DALAM ISLAM

Tatkala Islam datang, dihapuslah penindasan terhadap wanita. Islam datang untuk memanusiakan wanita.

Allah berfirman:

“Hai segenap manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Allah juga menyebutkan, bahwa pada prinsip kemanusiaan, wanita adalah mitra lelaki, sebagaimana ia sama dengan lelaki dalam hal perolehan pahala dan siksa atas suatu perbuatan.

Allah berfirman:

“Barangsiapa yang melakukan amal shaleh, baik lelaki maupun perempuan, sedang ia beriman, makasesungguhnya Kami akan mengaruniakan kepadanya kehidupan yang baik, dan Kami punbenar-benar akan menganugerahi mereka balasan dengan pahala yang terbaik dari apa yang telah mereka lakukan.” (QS. An-Nahl: 97).

Allah berfirman:

“(Setelah manusia menyanggupi untuk memikul amanah itu, namun ia melakukan tindak kezhaliman dan kebodohan), karenanya Allah mengazab orang-orang munafik lelaki dan perempuan dan orang-orang musyrik lelaki dan perempuan, dan Allah menerima taubat orangorang mu’min lelaki dan perempuan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 73).

Allah mengharamkan menjadikan wanita sebagai harta benda milik suami yang, jika suami itu mati, dapat diwarisi sebagaimana halnya harta benda yang lain.

Allah berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu, dengan paksa, mempusakai wanita1. (QS.An-Nisa’: 19)
Allah menjamin independensi kepribadian wanita. Dijadikannya ia pewaris, bukan benda yang dapat diwarisi. Dia tentukan untuknya bagian tertentu dalam mewarisi harta kerabatnya.

Allah berfirman:
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan bapak-ibu dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut hak bagian yang telah ditetapkan.” (QS. An-Nisa’: 7)

Allah berfirman:

“Allah mensyari’atkan bagi kamu tentang (pembagian harta waris untuk) anak-anakmu. Yaitu: hak bagian seorang anak lelaki sama dengan hak bagian dua orang anak perempuan. Jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.
Dan jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta.” (QS. An-Nisa' : 11)

Demikian selanjutnya tentang hak waris wanita: baik itu ibu atau anak atau saudara kandung perempuan atau isteri. Dalam hal mempersunting wanita, Allah membatasi dibolehkannya memperisteri wanita hanya empat, sebagai batas maksimal, dengan syarat memperlakukannya secara adil seoptimal mungkin dan mewajibkan menggauli mereka secara ma’ruf (baik menurut Agama).

Allah berfirman:

“Dan pergaulilah mereka (isteri-isterimu) secara ma’ruf (baik menurut Agama).” (QS. An-Nisa’: 19)

Allah menjadikan mahar (maskawin) sebagai hak isteri dan memerintahkan untuk diberikan kepadanya secara penuh, kecuali jika ia, dengan lapang dada, merelakan sebahagiannya.

Allah berfirman:

“Berikanlah mahar (maskawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian wajib. Lalu, jika mereka, dengan senang hati, merelakan untuk
kamu sebahagian dari mahar itu, maka makanlah dari pemberian itu yang ia adalah makanan yang enak lagi baik (sehat).” (QS. An-Nisa’: 4).

Allah juga menjadikan wanita di rumah suaminya sebagai orang yang memiliki hak memimpin, memerintah, melarang dan sekaligus menjadi ratu yang harus ditaati anak-anaknya.

Rasulullah _ bersabda:

“Wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawabannya tentang yang dipimpinnya.”

Allah juga mewajibkan atas suami agar memberi nafkah dan pakaian untuk isterinya secara ma’ruf (baik menurut Agama).


MUSUH-MUSUH ISLAM DAN PARA CENDIKIA DIDIKAN MEREKA DI MASA KINI
MENGHENDAKI UNTUK MERAMPAS KEMULIAAN WANITA DAN MELUCUTI HAKHAKNYA


Musuh-musuh Islam -bahkan musuh-musuh kemanusiaan di masa kini, baik orang-orang kafir mau pun orang-orang munafik yang berpenyakit di
hatinya- jengkel melihat kemuliaan, keluhuran nilai dan keterpeliharaan wanita muslimah dalam naungan Islam. Karena musuh-musuh Islam itu,
baik orang-orang kafir maupun munafik, menghendaki agar wanita menjadi destroyer instrument (alat perusak) dan perangkap yang dapat mereka gunakan untuk menjaring manusiamanusia lemah iman dan penurut hawa nafsu yang tak terkendali, setelah orang-orang itu mereka beri kepuasan syahwat yang tak kenal kenyang itu.

Allah berfirman:

“Sedangkan orang-orang yang menuruti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauhjauhnya (dari kebenaran).” (QS. An-Nisa’: 27)

Orang-orang Islam yang berpenyakit di hatinya menghendaki agar wanita menjadi barang dagangan murah dalam arena pameran bagi para hidung belang dan para penurut keinginan syetani, barang dagangan yang terbuka untuk dipertontonkan dan dinikmati kebugilannya, atau sampai kepada hal yang lebih buruk dari sekedar demikian. Karena itu mereka bersikeras agar wanita keluar dari rumahnya untuk menjadi mitra lelaki, untuk saling berdampingan dalam bisnis mereka, atau perawat yang melayani lelaki di rumah sakit atau menjadi pramugari di pesawat terbang, atau siswi atau guru dalam kelas yang campur siswa-siswi, atau aktris dalam sinetron/film, atau penyanyi, atau penyiar diberbagai media informasi dengan wajah dan rambut terbuka dan suara serta penampilan yang memukau. Majalah-majalah berbau porno menampilkan gambar-gambar gadis cantik memukau dan semi telanjang untuk dijadikan alat untuk meningkatkan oplag dan marketing (pemasaran) majalah mereka. Sebagian pedagang dan pabrik/ industri juga menggunakan gambar-gambar ini sebagai alat untuk memasarkan barang-barang mereka, di mana mereka pasang gambar-gambar itu pada barang-barang dan produk-produk mereka. Oleh sebab tindakantindakan salah semacam ini, akhirnya wanita lepas dari tugasnya yang sebenarnya di rumah, yang hal itu menyebabkan suami mereka mengambil pelayan-pelayan wanita yang bukan mahramnya untuk mendidik anak-anak mereka dan mengatur urusan rumah tangga mereka, yang pada gilirannya akan berdampak sangat buruk dengan munculnya berbagai kericuan dan kekejian serta kejahatan.

KITA TIDAK MENENTANG WANITA BEKERJA
DI LUAR RUMAHNYA, ASALKAN TERIKAT
DENGAN KETENTUAN-KETENTUAN SYARI’AT


Ketentuan-ketentuan itu adalah sebagai berikut:

1. Bahwa wanita itu, atau masyarakat, butuh pekerjaan itu, di mana tidak ada lelaki yang dapat menangani pekerjaan itu.

2. Hendaknya ia melakukan pekerjaan itu setelah melaksanakan pekerjaannya di rumah, yang merupakan tugas utamanya.

3. Hendaknya pekerjaan itu di lingkungan wanita, seperti mengajar wanita, mengobati dan merawat wanita. Dan hendaknya pekerjaan itu terpisah dari kaum lelaki.

4. Begitu pula, tidak mengapa, bahkan wajib, wanita menuntut ilmu perihal Agamanya, dan tidak mengapa ia mengajarkan perihal Agama yang dibutuhkan oleh sesama wanita. Namun, proses belajar-mengajar itu hendaknya dalam lingkup wanita. Dan tidak mengapa wanita menghadiri majlis ta’lim di masjid atau semacamnya dengan bertabir dan terpisah dari
lelaki, sesuai dengan apa yang dilakukan wanita di awal sejarah Islam (di masa Rasulullah _ dan para sahabat), di mana mereka bekerja, menuntut ilmu dan mendatangi masjid.

FIQH KEWANITAAN TENTANG MEMPERCANTIK TUBUH HAKIKAT MEMPERCANTIK TUBUH

Seharusnya wanita senantiasa mengamalkan dan memelihara khishal al-fitrah (karakteristik fitrah) yang khas dan laik bagi wanita. Yaitu: Memotong kuku dan memelihara kebersihannya, jangan sampai kotor atau panjang. Karena, memotong kuku adalah sunnah menurut ijma’ dan termasuk khishal al-fithrah yang tertera di dalam hadits. Di samping itu, dengan memotong kuku akan tampak kebersihan dan keindahan. Sebaliknya, dengan membiarkan kuku memanjang akan tampak buruk dipandang, bagaikan kuku binatang buas,di samping menumpuknya kotoran di bawah kuku, dan terhalangnya air untuk sampai kebawah kuku. Menyedihkan, bahwa sebagian wanita muslimah ter-giur dan tertarik untuk memanjangkan kukunya untuk meniru-niru trend wanita kafir, di samping karena ketaktahuan tentang as-sunnah. Disunnahkan bagi wanita mencukur rambut ketiak dan yang di sekitar alat kelaminnya, sebagai pengamalan hadits tentang itu, di samping untuk keindahan tubuh. Sebaiknya hal itu dilakukan setiap pekan, atau jangan sampai membiarkannya lebih dari empat puluh hari.


HAL-HAL YANG HARUS DILAKUKAN DAN DICEGAH OLEH WANITA DALAM HAL RAMBUT KEPALA DAN ALISNYA, DAN HUKUM MEWARNAI KULIT DENGAN SERBUK PACAR DAN MENYEMIR RAMBUT

a. Wanita muslimah harus memelihara rambutnya dan membiarkannya panjang, dan haram mencukur atau memotongnya kecuali karena dharurat.
Syekh Muhammad bin Ibrahim Alu as-Syekh, Mufti Kerajaan Saudi Arabia -rahimahullah- berkata: “Rambut kepala wanita tidak boleh dicukur (dipotong), berdasarkan hadits yang diriwayatkan an-Nasa’i dalam Sunannya dari ‘Ali _ dan al-Bazzar dalam Musnadnya dengan sanadnya dari ‘Utsman _, serta Ibn Jarir dengan sanadnya dari ‘Ikrimah _, mereka berkata:

“Rasulullah _ melarang wanita mencukur (memotong) rambutnya”.

(Kaidah): Suatu larangan, jika datangnya dari Nabi _, maka bentuk larangan itu menetapkan hukum pengharaman, selagi tidak ada dalil lain yang menentangnya. Mulla ‘Ali Qari, dalam kitabnya al-Mirqat Syarh al-Misykat, berkata : Kata Penulis al- Misykat, “…sekiranya wanita mencukur (memotong) rambutnya”, yang demikian itu karena rambut panjang mengurai ke belakang yang merupakan kekhasan bagi wanita, ditinjau dari bentuk dan keindahannya, adalah laksana jenggot yang merupakan kekhasan bagi lelaki….”.1 Adapun memotong rambut wanita, jika hal itu bu-kan untuk tujuan mempercantik diri, seperti ketidak-mampuan membiayai perawatan rambut atau karena rambut itu panjang sekali dan merepotkan, maka tidak mengapa memotongnya sebatas keperluan, seperti yang pernah dilakukan sebagian isteri-isteri Nabi _ sepeninggal beliau, dikarenakan mereka tidak lagi butuh mempercantik diri (untuk beliau) sepeninggal beliau dan tidak butuh lagi untuk memanjangkan rambut. Namun, jika tujuan wanita memotong rambutnya adalah untuk meniru-niru trend wanita kafir ataupun fasik, atau untuk meniru-niru pria, maka, tidak diragukan, bahwa itu diharamkan,karena adanya larangan tasyabbuh (berlaku serupa) dengan orang-orang kafir secara umum, di sampinglarangan bagi wanita menyerupai pria. Juga, jikatujuannya adalah untuk berhias diri (di mata selain mahramnya), zhahirnya dalil, bahwa hal itu tidak boleh.

Guru kami, Syekh Muhammad al-Amin as- Syinqithi –rahimahullah-, dalam kitabnya Adhwa’ al-Bayan, mengatakan: “Kebiasaan yang berlaku di berbagai negara, yaitu wanita memangkas rambutnya sampai pendek hampir ke pangkal rambut, kebiasaan ini adalah mode tradisi Eropa yang menyimpang dari apa yang dilakukan wanita Islam dan wanita Arab sebelum Islam. Hal ini termasuk penyimpangan dari Agama, akhlak (etika), kepribadian dan lain-lainnya”. Selanjutnya beliau memberikan jawaban tentang hadits, “Bahwa isteri-isteri Nabi memotong sebagian rambut kepala mereka hingga tipis seakan tidak melebihi dua daun telinga”: ”Bahwasanya isteriisteri Nabi _ memendekkan rambut kepala mereka, hal itu tak lain adalah karena dahulunya, semasa bersama Nabi _, mereka berhias diri untuk beliau. Sedang hiasan terindah mereka adalah rambut mereka. Adapun setelah wafat beliau _ , mereka memiliki kekhususan hukum yang tidak seorang pun dari wanita sedunia boleh disamakan dengan mereka. Yaitu, bahwa mereka sudah tidak ada harapan lagi sedikitpun untuk kawin lagi. Sedangkan terputusnya harapan mereka untuk kawin lagi itu adalah rasa keterputusan harapan yang tak tercampur sedikitpun oleh keinginan-keinginan birahi. Jadi, mereka bagaikan wanita yang masih terus menjalani masa ’iddahnya sepeninggal suami, yang terus terkurung sampai mati karena (ditinggal) Nabi _.

Dalam hal ini Allah berfirman:

“Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selamalamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.” (QS. Al-Ahzab: 53).

Sedangkan keterputusan harapan secara total dari (dikawini) lelaki, kadang kala menjadi sebab adanya rukhshah (keringanan hukum) untuk sedikit
mengabaikan dandan diri, yang hal itu tidak dibenarkan dengan tanpa adanya sebab itu”

2 Maka, hendaknya wanita memelihara dan merawat dengan baik rambutnya dan mengepangnya tiga, dan tidak boleh menyanggulnya jadi satu di atas kepala atau di kuduknya. Syaikhu-l-Islam Ibn Taimiyah, dalam Majmu’ al-Fatawa II/145, berkata: “... sebagaimana apa yang sengaja dilakukan oleh sebagian wanita tuna susila dengan mengepang rambutnya jadi satu terhulur antara kedua pundaknya”. Syekh Muhammad bin Ibrahim, Mufti Kerajaan Saudi Arabia –rahimahullah–,mengatakan: “Adapun yang dilakukan wanita dikalangan umat Islam di masa kini dengan menyisir rambutnya berbelah dua dan menggelungnya jadi satu dikuduknya atau di atas kepala, seperti yang dilakukan wanita Eropa, hal ini tidak boleh, karena pada perbuatan itu terdapat unsur meniru-niru wanita di kalangan masyarakat kafir”. “Dari Abu Hurairah _, dalam hadits panjang, ia berkata: Rasulullah _ berkata: ”Dua jenis manusia penghuni neraka yang tidak pernah kulihat: (Pertama): Orang-orang yang senantiasa membawa cemeti seperti ekor sapi, yang dengan cemeti itumereka mencambuk orang-orang. (Kedua): Wanita-wanita yang berbusana tapi telanjang, berperilaku menyimpang dari Agama dan kesusilaan sekaligus mengajak orang lain untuk meniru dirinya; dandanan rambut kepala mereka bagaikan punuk onta yang bergoyang ke kanan-kiri. Mereka tidaklah masuk surga dan tidak pula dapat mencium aroma wewanginya. Sesungguhnya aroma wewangi surga itu dapat tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian”. (Hadits riwayat Muslim).

Sebagian ulama menafsiri kata ma’ilat mumilat, dengan arti bahwasanya mereka merias dan menyisir rambut mereka dengan tata rias dan sisiran melengkuk-lengkuk, layaknya tata rias rambut wanita tuna susila, dan mereka merias dan menyisir wanita lain seperti itu. Inilah gaya tata rias rambut wanita Eropa dan wanita di kalangan Umat Islam yang mengikuti langkah mereka.3 Sebagaimana halnya wanita muslimah dilarang mencukur atau memendekkan rambutnya tanpa adanya kebutuhan (yang dibenarkan Syari’at), ia pun dilarang menyambung dan menambahnya dengan rambut lain, berdasarkan hadits di dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim : “Rasulullah _ melaknat wanita yang menyambung rambutnya dengan rambut lain dan wanita yang meminta agar rambutnya dibuat seperti itu.” Di samping itu, menyambung rambut dengan rambut lain adalah tindak pemalsuan. Termasuk penyambungan rambut yang diharamkan ialah mengenakan wig (rambut palsu), seperti yang dikenal masa kini. “Imam al-Bukhari, Muslim dan lainnya meriwayatkan, bahwa Mu’awiyah _, sesampainya di Madinah, ia berpidato dan mengeluarkan seikat rambut yang tertata –atau seikat jambul–, lalu berkata: Mengapa wanita-wanita kamu memasang di kepala mereka semacam ini? Saya mendengar Rasulullah _ bersabda: ”Tidaklah seseorang wanita memasang di kepalanya rambut dari rambut lainnya kecuali hal itu adalah suatu pemalsuan”.

b. Haram bagi wanita muslimah menghilangkan seluruh atau sebagian alisnya dengan cara apa pun, baik dengan mencukur habis atau memendekkannya, ataupun menggunakan bahan kimia yang dapat menghilangkan seluruh atau sebagiannya. Karena, perbuatan ini disebut an-namsh (menghilangkan alis) yang dilaknat oleh Nabi _. Dan, Beliau _ sungguh melaknat wanita yang membuang alisnya (keseluruhan atau sebagiannya untuk kecantikan) dan wanita yang meminta dilakukan itu untuknya. Perbuatan ini termasuk merubah ciptaan Allah, yang syetan bertekad dan bersikeras menyuruh manusia melakukan itu. Katanya, sebagaimana diceritakan oleh Allah:

“Dan akan aku suruh mereka merobah ciptaan Allah, dan mereka pun benar-benar melakukannya.” (QS. An-Nisa’: 119)

Tertera dalam Shahih Muslim: “Dari Ibn Mas’ud _, bahwasanya ia berkata:
Allah melaknat wanita yang menato bagian-bagian dari tubuh (punggung telapak atau pergelangan tangan atau di dekat bibir atau bagian lain dari
tubuhnya) dan wanita yang meminta dilakukan itu untuknya, dan wanita yang membuang seluruh atau sebagian alisnya dan wanita yang meminta dilakukan itu untuknya, dan wanita yang mengikir sela-sela gigi depannya untuk kecantikan, yang merobah ciptaan Allah ’Azza wa Jalla. Kemudian Ibn Mas’ud berkata: Tidakkah aku melaknat orang yang dilaknat oleh Rasulullah _ ? Dan, larangan ini ada di dalam Kitab Allah ’Azza wa Jalla. Yaitu firman Allah: Apa yang diberikan Rasul kepadamu, terimalah ia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, tinggalkanlah.” (Disebutkan oleh Imam Ibn Katsir dalam Tafsirnya, II/359, cet. Dar al Andalus Kebanyakan wanita di masa kini tergoda untuk melakukan perbuatan ini, yang hal itu termasuk dosa besar. Sampai-sampai mencukur alis seperti ini menjadi semacam kebutuhan penting keseharian. Wanita tidak boleh menuruti suaminya jika ia menyuruhnya melakukan itu, karena hal itu maksiat.

c. Haram bagi wanita muslimah mengikir sela-sela giginya untuk kecantikan. Yakni dengan mengikir sela-sela giginya dengan menggunakan alat kikir hingga membentuk kerenggangan sedikit di sela-sela giginya itu untuk tujuan mempercantik. Namun, jika gigi itu tidak tertata manis dan perlu dibenahi untuk menghilangkan ketidak tertataan itu, atau pada gigi itu terdapat kuman dan perlu dibenahi untuk menghilangkan kuman itu, maka hal itu tidak mengapa, karena tergolong pengobatan dan menghilangkan ketidak tertataan. Hal ini hendaknya ditangani oleh seorang dokter wanita specialis.

d. Haram bagi wanita menato bagian-bagian tubuhnya, karena Nabi melaknat wanita yang menato (baik di punggung telapak tangan atau wajah atau di bagian lain dari tubuhnya) dan wanita yang meminta ditato. Ini adalah perbuatan yang diharamkan dan termasuk dosa besar. Karena Nabi _ melaknat wanita yang menato dan wanita yang meminta ditato. Sedangkan perlaknatan hanya terjadi karena suatu dosa besar.

e. Hukum mewarnai kulit dengan serbuk daun pacar, menyemir rambut dan mengenakan emas bagi wanita: 1. Tentang mewarnai kulit dengan serbuk daun pacar:

Imam an-Nawawi, dalam al-Majmu’ I/3/24, berkata: “Mewarnai kedua tangan atau kedua kaki dengan serbuk daun pacar adalah disunnahkan bagi wanita yang bersuami, berdasarkan hadits-hadits yang masyhur tentang hal itu.” Dalam hal ini an- Nawawi menunjuk pada hadits yang diriwayatkan Abu Dawud:

“Bahwasanya seseorang wanita bertanya kepada ’Aisyah tentang mewarnai kulit dengan serbuk daun pacar. Dia menjawab: Tidak apa-apa. Hanya saja aku tidak suka, karena Rasulullah _ , tumpuan kasihku, tidak menyukai baunya.” (Hadits ini juga diriwayatkan oleh an-Nasa’i).

“Dari ’Aisyah berkata: Seseorang wanita mengacungkan tangan dari balik tabir –sedang di tangan wanita itu ada sebuah kertas bertulis– kepada Rasulullah _. Lalu Nabi _ mengepalkan tangan beliau dan bersabda: “Aku tidak tahu, tangan seorang lelakikah (di balik tabir itu) atau tangan seorang perempuan?” Wanita itu menjawab: “Tangan seorang perempuan”. Rasulullah _ bersabda: “Andaikan kamu perempuan, tentu kamu ubah warna kukumu”. Maksudnya, dengan pewarna dari serbuk daun pacar.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dan an-Nasa’i).

Hanya saja wanita tidak boleh mewarnai kukunyadengan bahan cairan yang rekat menempel keras dan menghalangi air untuk bersuci.

2. Tentang menyemir rambut bagi wanita:

Jika rambutnya telah memutih (beruban), makaia diperkenankan menyemirnya dengan warna selain hitam, karena adanya larangan umum dari Nabi _ untuk menyemir rambut dengan warna hitam. Imam an-Nawawi, dalam Riyadh as-Shalihin hal. 626, mengatakan: “Bab: Larangan bagi lelaki dan wanita menyemir rambutnya dengan warna hitam”. Di dalam al-Majmu’ I/324, ia mengatakan: ” Larangan menyemir rambut dengan warna hitam tidak ada bedanya bagi lelaki maupun wanita. Inilah madzhab kami (madzhab Syafi’i)”. Adapun menyemir rambut hitam, bagi wanita, agar berobah menjadi warna lain, menurut hemat saya, hal itu tidak boleh, karena tidak perlu, dan karena kehitaman warna rambut adalah suatu keindahan, bukan warna buruk yang perlu dirobah. Di samping itu, melakukan semacam ini adalah menyerupai perbuatan wanita kafir.

3. Tentang mengenakan perhiasan emas dan perak

Dibolehkan bagi wanita mengenakan perhiasan emas dan perak sesuai dengan kewajaran. Ini adalah ijma’ para ulama’. Akan tetapi ia tidak boleh menampakkan perhiasannya itu kepada lelaki yang bukan mahramnya. Bahkan, ia harus menutupinya, khususnya saat ke luar rumah dan di tempat yang tak mungkin terelak dari pandangan lelaki, karena itu menimbulkan fitnah (godaan). Sedangkan wanita dilarang memperdengarkan kepada lelaki suara gemercing gelang-gelang (binggel) di kakinya, yang perhiasan itu menyelinap di balik busananya5, apalagi dengan perhiasan yang tampak.

Allah berfirman:

Dan jangan mereka (wanita-wanita itu) menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yg mereka sembunyikan.(QS.An-Nur: 31)

Read More ..