Minggu, Mei 24, 2009

aturan melihat wanita tunangan

"ANJURAN MELIHAT WANITA PINANGAN"

Hadits No. 95

"Artinya : Lihatlah ia, sebab pada wanita Anshar terdapat sesuatu, yakni sipit".

Hadits ini ditakhrij oleh Imam Muslim di dalam kitab Shahih-nya (4/142), Sa'id bin Manshur di dalam kitab Sunan-nya (523), An-Nasa'i (2/73), Ath-Thahawi di dalam Syarh Al-Ma'ani (2/8) Ad-Daruquthni (hal.396) dan Al-Baihaqi (juz VII, hal.84) dari Abu Hazem, dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.

"Ada seseorang yang ingin mengawini wanita Anshar. Kemudian ia memberitahukan hal itu kepada Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda : (Kemudian ia menyebutkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam diatas). Rangkaian kalimat itu milik Ath-Thahawi, sedangkan redaksi yang dipakai oleh Imam Muslim dan Al-Baihaqi adalah :

"(Suatu ketika), saya bersama Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tiba-tiba ada seorang laki-laki yang menghadap beliau memberitahukan bahwa ia akan menikah dengan salah seorang wanita Anshar. Kemudian beliau memerintahkan kepadanya : "Lihatlah dahulu wanita itu". Ia menjawab : "Tidak, Rasul". Lalu beliau kembali memerintahkan : Lihatlah dahulu wanita itu .....".

Hadits No. 96

"Artinya : Lihatlah dahulu wanita itu, sebab akan lebih menjamin kelanggengan hidup kalian berdua".

Hadits itu ditakhrij oleh Sa'id bin Manshur di dalam kitab Sunan-nya (515-518), An-Nasa'i (2/73), At-Turmudzi (1/202), Ad-Darimi (2/134), Ibnu Majah (1866), Ath-Thahawi (2/8), Ibnu Al-Jarud di dalam Al-Muntaqa (hal 313), Ad-Daruquthni (hal.395) Al-Baihaqi (7/84), Imam Ahmad (4/144-245/246) dan Ibnu Asakir (17/44/2), dari Bakar bin Abdullah Al-Muzani, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyarankan : (Kemudian ia menyebut sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas). Imam Ahmad dan Al-Baihaqi menambahkan :

"Kemudian saya mendatangi wanita itu yang saat itu sedang ditemani oleh kedua orang tuanya". Al-Mughirah melanjutkan : "Lalu saya berkata :

"Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan saya untuk melihatnya". Masih melanjutkan kisahnya : Kedua orang tuanya masih terdiam. Lalu wanita itu menampakkan diri dari balik biliknya dan berkata :"Saya sengaja keluar menemuimu. Jika benar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepadamu untuk melihatku, maka mengapa engkau tidak segera melihatku .? Tetapi jika beliau tidak memerintahkan hal itu kepadamu, maka janganlah engkau melihatku". Al-Mughirah mengakhiri penuturannya :

"Kemudian saya melihatnya dan akhirnya menikah dengannya. Sejak itu tidak ada lagi wanita selain dia yang mendapingiku. Padahal sebelumnya saya telah menikah dengan lebih dari tujuh puluh wanita, tetapi semuanya gagal".

Imam Tirmidzi menilai : "Sanad itu hasan".

Saya berpendapat : Semua perawi hadits itu tsiqah, hanya saja, Yahya Ibnu Ma'in menyatakan :"Bakar tidak mendengar langsung dari Al-Mughirah bin Syu'bah".

.... dan seterusnya......


Itulah yang bisa disalin untuk ml assunnah.

Saya ringkaskan saja mengenai Mahar ini, dari kitab Al-Insyirah Fi Aadaabin Nikah, edisi Indonesia Bekal-Bekal Menuju Pernikahan oleh Abu Ishaq Al-Huwaini Al-Atsari.

SIKAP SEORANG WALI

[*] Seorang wali hendaknya memperhatikan hal-hal berikut.

PERTAMA.

Memilih lelaki yang shalih dan bertakwa bagi anak gadisnya. Sebab lelaki seperti itu bila ternyata mencintai anak gadisnya tentu memuliakannya, jika membencinya tidaklah menghinakannya.

Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. "Artinya : Jika datang melamar anak gadismu seorang lelaki yang engkau ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan anak gaismu itu. Jika tidak, pasti akan terjadi fitnah (kekacauan) di muka bumi dan kerusakan yang besar" [1]

KEDUA.

Tidak mempermahal MAHAR

Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Di antara keberkahan seorang wanita ialah yang mudah urusannya dan murah maharnya" [2]

Dipertegas lagi dengan ucapan Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu.

"Ketauhillah, janganlah berlebih-lebihan dalam menetapkan mahar para wanita. Karena sesungguhnya jika (mahar yang mahal) itu dimasudkan sebagai bukti kemuliaan di dunia atau sebagai sarana bertakwa kepada Allah, maka orang yang paling bertakwa di antara kami adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, namun beliau tidak pernah menetapkan mahar kepada seorangpun diantara istri-istrinya begitu pula kepada pautri-putrinya melebihi 12 uqiyah (1 uqiyah = 40 dirham). Sesungguhnya bila seorang lelaki dikenakan tarif mahar yang tinggi, niscaya dapat menimbulkan rasa permusuhan dalam dirinya kepada istrinya" [3]

PERHATIAN !!

Sesungguhnya telah tersebar luas di kalangan umat bahwa dahulu pernah ada seorang wanita yang memprotes Umar Radhiyallahu 'anhu berkaitan dalam masalah mahar. Lalu Umar berkata : "Wanita itu benar dan Umar salah" [4]

Cerita ini jelas tidak shahih, kecuali ada seekor unta bisa masuk ke lubang jarum (sangat mustahil). Andai kata hadits-hadits shahih dapat tertanam dalam benak manusia sebagaimana tertanamnya hikayat-hikayat semacam ini (tentu akan sangat baik). Namun bagaimana mungkin hal itu dapat terjadi jika orang-orang yang memimpin pusat-pusat kajian ilmiah tidak bisa dan tidak mampu membedakan antara riwayat-riwayat yang shahih dengan riwayat-riwayat yang dhaif (lemah). Hanya Allah-lah tempat meminta pertolongan dari segala musibah (kejahilan) ini.


Foote Note.

[1] Hadits Hasan riwayat At-Tirmidzi (IV/204 lihat Tuhfatul Ahwadzi), Ibnu Majah (I/606-607), At-Thabrani dalam Al-Ausath (II/27), Al-Hakim (II/164-165) Al-Khatib dalam Al-Tarikh (XI/61) dari jalur Abdul Hamid bin Sulaiman ...dst]

[2] Hadits Shahih riwayat Abu Dawud (VI/77&91), Ibnu Hibban (1256), Al-Bazzar (III/158) At-Thabrani dalam Muja'mus Shagir (I/169), Al-Hakim (II/181), Al-Baihaqi (VII/235) dari jalur Ibnul Mubarak dari Usamah bin Zaid dari ....dst]

[3] Hadits Shahih riwayat Abu Daud (VI/135, silakan lihat Aunul Ma'bud), An-Nasa'i (VI/117), At-Tirmidzi (IV/255 lihat Tug=hfatul Ahwadzi) beliau berkata Hasan Shahih, Ibnu Majah (I/582-583), Ad-Darimi (III/65), Ahmad (I/40 & 48), Al-Humeidi (I/13-15), Abdurrazzaq (no. 10399 & 10400) Ibnu Hibban (1259), Al-Hakim (II/175, Al-Baihaqi (VII/234) dari jalur Muhammad bin Sirin dari ...dst]

[4] Hadits Riwaayt Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf (no. 10420), Az-Zubair bin Bakkar dan Sa'id bin Manshur (597), Abu Ya'la dan Al-Baihaqi (VII/233) ia berkata : "Sanadnya terputus, dan tidak terlepas dari cacat yang merusak keshahihan hadits, berupa keterputusan sanad dan kelemahan yang sangat.

Wallahu Al-Musta'an

Untuk lebih lengkapnya bacalah buku tersebut diatas.

[Bekal-Bekal Menuju Pelaminan, hal 47-53 Pustaka At-Tibyan]


Disalin jawabannya oleh : Abu Abdullah" abdullah_abu@hotmail.com

Mahar adalah hak murni wanita, dan dalam perkawinan harus ada pemberian harta dari pihak laki-laki terhadap wanita sebagai mahar, adapun jenis dan kadar mahar berbeda-beda sesuai dengan kemampuan, dalam suatu riwayat disebutkan. " Abdurrahman bin Auf pergi berjualan ke pasar dan mendapat untung. Pada hari berikutnya ia pulang ke rumah membawa susu dan samin untuk keluarganya. Beberapa hari kemudian ia membawa lagi minyak za'faran yang semerbak bau wanginya. Rasulullah Shallallahu'alahi wa sallam menegur, 'Apa yang telah terjadi ?'. Ia menjawab, 'Ya, Rasulullah, saya telah kawin dengan wanita Anshar'. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya lagi, 'Apa maharnya ?' Ia menjawab, 'Emas seharga lima dirham' [1].

Dan dalam suatu riwayat lain, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada laki-laki yang meminang wanita (ia pernah menawarkan dirinya untuk dinikahi Rasulullah). "Carilah (mahar) walaupun berupa cincin besi".

Untuk lebih jelasnya, akan saya salinkan contoh-contoh bentuk atau kadar mahar dalam proses pernikahan, dan keumuman di kalangan kita mahar itu lebih sering disebut dengan 'maskawin', dikarenakan keumuman mahar yang sering diberikan adalah sesuatu yang terbuat dari emas, seperti cincin, gelang atau kalung, sehingga disebutlah 'maskawin yang artinya emas untuk kawin', akan tetapi istilah 'maskawin' untuk sekarang ini menjadi salah kaprah, disebabkan banyak orang yang memberikan 'maskawin' berupa seperangkat alat untuk shalat atau berupa uang, sehingga arti dan maksud 'maskawin' menjadi tidak relevan dan tidak nyambung lagi. Untuk itu, seyogiyanya kita yang sudah paham mengembalikan istilah 'maskawin' kepada nama yang sebenarnya yaitu 'Mahar'.

Kembali kepada masalah contoh mahar, akan saya salinkan secara ringkas kutipan dari kitab Al-Insyirah Fi Aadaabin Nikah, edisi Indonesia Bekal-Bekal Menuju Pernikahan oleh Syaikh Abu Ishaq Al-Huwaini Al-Atsari.

Sabda Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam.

"Artinya : Diantara keberkahan seorang wanita ialah yang mudah urusannya dan murah maharnya" [Hadits Shahih Riwayat Abu Dawud VI/77&91, Ibnu Hibban 1256, Al-Bazar III/158, Ath-Thabrani dalam Mu'jamus Shaghir I/169 dst...]

Dipertegas lagi dengan ucapan Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu. "Ketahuilah janganlah berlebih-lebihan dalam menetapkan mahar para wanita. Karena sesungguhnya jika (mahar yang mahal) itu dimaksudkan sebagai bukti kemuliaan di dunia atau sebagai sarana bertakwa kepada Allah, maka orang yang paling bertakwa di antara kamu adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, namun beliau tidak pernah menetapkan mahar kepada seorangpun di antara istri-istrinya begitu pula kepada putri-putrinya melebihi 12 Uqiyah (1 uqiyah = 40 dirham). Sesunggunya bila seorang lelaki dikenakan tariff mahar yang tinggi, niscaya dapat menimbulkan permusuhan dalam dirinya kepada istrinya" [Hadits Shahih riwayat Abu Dawud VI/135, (silakan lihat 'Aunul Ma'bud), An-Nasa'i VI/117, At-Timidzi IV/255 (lihat Tuhfatul Ahwadzi) beliau berkata : 'Hasan Shahih' dst...]

Kemudian untuk memperluas contoh bentuk mahar, saya tambahkan juga penjelasan dan fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz yang diambil dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita.

WANITA MENIKAH TANPA MAHAR

Pertanyaan.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : "Apakah boleh seseorang ikhlas menikahkan putrinya karena Allah sehingga tidak meminta mahar dan calon suami ?".

Jawaban.

Dalam pernikahan harus ada pemberian harta sebagai mahar berdasarkan firman Allah.

"Artinya : Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian yaitu mencari istri-istri dengan hartamu untuk diakawini bukan untuk berzina" [An-Nisa : 24]

Dan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada laki-laki yang meminang wanita (ia pernah menawarkan dirinya untuk dinikahi Rasulullah).

"Artinya : Carilah (mahar) walaupun berupa cincin besi".

Barangsiapa yang menikah tanpa mahar, maka wanita mempunyai hak untuk menuntut kepada suami mahar mitsil. Mahar pernikahan boleh berupa mengajar Al-Qur'an, hadits-hadits atau ilmu-ilmu yang bermanfaat. Sebab tatkala seseorang yang tidak mempunyai harta untuk dijadikan mahar, maka Rasulullah menyuruhnya agar memberi mahar dengan mengajarkan Al-Qur'an kepada calon istri dengan suka rela, maka calon suami gugur dari kewahiban membayar mahar tersebut.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikah) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya" [An-Nisa : 4]

[Fatawa Dakwah Syaikh Bin Baz, juz 2 hal. 120]


Foote Note

[1] Adab pernikahan dalam islam


"Silsilah Hadits Shahih Buku I (1-250) oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah, Fasal : "Anjuran Melihat Wanita Pinangan" hal. 218-228. terbitan Pustaka Mantiq dengan Penerjemah Drs. HM Qodirun Nur.

0 komentar:

Posting Komentar