Intifadhah Masjidil Aqsa, adalah kebangkitan bangsa Palestina melawan kezaliman dan kejahatan rezim Zionis. Dalam intifadah, berbagai lapisan dan kelompok Palestina turut menyertainya dengan tujuan untuk mendapatkan hak mereka, termasuk para wanita muslimah Palestina. Peran wanita Palestina dalam perjuangan melawan Zionisme ini tidak bisa disepelekan begitu saja. Sehingga bisa dikatakan bahwa Intifadhah tidak mungkin dapat diteruskan tanpa pengorbanan mereka.
Untuk mengetahui lebih banyak tentang aktivitas perjuangan wanita muslim Palestina, kita dapat menengok kembali sejarah bermulanya gerakan Zionis dalam menduduki negeri Palestina. Untuk pertama kalinya pada tahun 1921, wanita Palestina mengorganisir langkah mereka dengan mendirikan persatuan wanita Palestina untuk menghadapi gerakan Zionisme dan rezim imperialis Inggeris yang pendukungnya. Sejak masa itu, dengan pembentukan komite bantuan dan menghimpun bantuan bagi para pejuang Palestina, wanita Palestina membantu dan menggalakkan perjuangan dan jihad. Salah satunya adalah dalam era kebangkitan bersenjata yang dipimpin oleh Izzuddin Qassam, tahun 1930 hingga 1935. Pada saat itu, wanita memainkan peran penting dalam mendorong kaum pria untuk berjihad dan meneruskan perjuangan mereka.
Pada tahun 1936 wanita Palestina turut berjuang secara langsung dengan orang-orang Zionis yang bersenjata. Mereka berjuang untuk mendapatkan hak-hak mereka sebagai bangsa Palestina. Fatimah Ghazalah, seorang wanita Palestina tampil sebagai wanita pertama yang syahid pada tahun itu. Selanjutnya banyak Palestina yang menjadi korban dalam serangkaian pembunuhan massa. Mereka juga harus menanggung tanggung jawab untuk merawat korban luka dan menjaga keluarga dan anak-anak yatim.
Selepas pembentukan PLO pada tahun 1964, wanita Palestina melanjutkan aktivitas mereka sebagai anggota aktif dalam organisasi ini dan berjuang melawan rezim Zionis secara langsung atau membantu para pejuang Palestina dan mengorganisir komite khusus wanita dalam PLO.
Tetapi dalam gerakan Intifadhah rakyat Palestina, wanita masuk ke gelanggang perjuangan dengan kemampuan yang lebih kukuh. Pada tahun 1987 ketika Intifadhah pertama meletus di bumi pendudukan, dunia tertarik dengan peran aktif wanita Palestina dalam perjuangan melawan rezim pendudukan Zionis. Wanita berjalan seiring dengan suami dan anak-anak mereka dan turut hadir di medan melawan tentera rezim Zionis. Partisipasi wanita dalam Intifadhah semakin memperkuat gelora perjuangan ini. Karena dengan kehadiran mereka di medan tempur, motivasi perjuangan semakin meningkat.
Wanita Palestina dalam Intifadhah Masjidil Aqsa, melakukan berbagai aktivitas politik, sosial, ekonomi dan bahkan di bidang ketentaraan. Mereka tidak saja berjuang di samping kaum pria Palestina di jalan-jalan dan lorong-lorong negeri Palestina, bahkan juga terlibat dalam operasi berani mati syahid. Saat ini sebanyak 10 orang wanita Palestina tercatat sebagai pelaksana operasi mati syahid. Demikian juga, berdasarkan kepada statistik, banyak wantia Palestina kini mendekam di penjara-penjara rezim Zionis yang sebagian besarnya merupakan tahanan sementara. Penahanan sementara ini bisa berlanjut hingga 10 tahun.
Salah satu dari tugas yang diemban para wanita Palestina ialah membawa senjata untuk para mujahidin. Wanita Palestina sama seperti wanita di seluruh dunia memiliki perasaan halus dan sensitif. Tetapi hal itu sama sekali tidak menghalangi mereka untuk mendorong anak-anak dan suami mereka untuk berjuang demi memperoleh hak-hak mereka. Dalam sebuah film yang ditayangkan beberapa bulan yang lalu lewat berbagai jaringan televisi, semua menyaksikan ketika ibu Muhammad Farhad, seorang syahid Palestina mengucapkan selamat perpisahan dengan putranya dan mendorongnya untuk melakukan operasi berani mati syahid. Langkah-langkah wanita Palestina dalam rangka mengumpulkan bantuan keuangan bagi para mujahidin dan penyediaan makanan, tempat perlindungan dan merawat mereka yang luka-luka, menunjukkan bahwa mereka memainkan peran vital di belakang medan perjuangan.
Dalam hal ini, wanita Palestina tidak juga melupakan keluarga syuhada Intifadhah. Dengan solidaritas yang sulit ditemukan tandingannya, para wanita pejuang itu mengatasi keperluan materi dan spiritual mereka. Selepas serangan besar-besaran rezim Zionis Israel yang membuahkan pembantaian lelaki, wanita dan anak-anak Palestina, merawat para korban luka Intifadhah merupakan tanggung jawab sensitif yang harus diemban oleh wanita Palestina. Mereka melakukan tugas mulia itu dengan senang hati meski menanggung kesulitan dan menempuh bahaya yang tidak kecil. Demikian juga ketika rezim Zionis menutup sekolah-sekolah Palestina, wanita Palestina yang berpendidikan tinggi tampil ke medan dengan membentuk kelas-kelas pendidikan darurat di masjid-masjid dan tidak membiarkan anak-anak Palestina terlantar dari pendidikan dan studi.
Seorang ibu Palestina menyebutkan bahawa terjalinannya persatuan yang kokoh antar anggota keluarga merupakan hasil lain dari Intifadhah. Dia mengatakan: Intifadhah memberikan kesan positif dalam hubungan keluarga. Hubungan dan solidaritas meningkat dan semua orang semakin menyadari tanggung jawab mereka.
Minggu, Februari 28, 2010
Peran Perempuan Palestina dalam Intifadhah
Selepas beberapa tahun stagnansi, dari bulan september tahun 2000, sekali lagi kebangkitan rakyat Palestina yang tidak bersenjata melawan rezim rasialis Israel kembali bergelora. Kebangkitan ini dikenal dengan nama Intifadhah Masjidul Aqsha. Intifada Masjidul Aqsha meletus di saat semua janji-janji damai yang diberikan oleh sebagian para pemimpin Palestina ternyata kandas dan rezim Zionis tidak mengacuhkan hak-hak rakyat Palestina. Dengan cara ini kebangkitan rakyat Palestina semakin meluas dan lebih mendasar dibanding masa lalu. Mereka bangkit untuk memperoleh kembali hak-hak mereka yang sah, dan sekali lagi wanita Palestin memegang peran yang vital dan penting di sini.
Petugas rezim Zionis tidak membedakan antara tahanan lelaki dan perempuan dalam menyiksa para tahanannya. Tetapi penyiksaan dan perlakuan buruk rezim Zionis tidak dapat mencegah kaum wanita Palestina untuk melakukan tugas bahaya mereka demi membebaskan negeri Palestina, khususnya Al-Quds Al-Sharif.
Hari ini, wanita Palestina memikul tanggung jawab yang besar dan menjadi penentu nasib bangsa dan negaranya. Mereka sadar bahawa dalam menghadapi kekejaman rezim Zionis yang didukung penuh oleh Amerika Serikat, hanya persatuan dan usaha semua lapisan bangsa Palestina termasuk wanita-lah yang mampu membawa Intifadhah kepada kemenangan yang ditandai dengan kembalinya hak-hak mereka yang selama ini terampas.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar